“oi, Bangun! Rebahan mulu kayak jemuran kering, kerja napa keja!”
Tentang Bonus Demografi Indonesia
Bonus Demografi adalah suatu keadaan dimana jumlah penduduk yang masuk usia produktif (15 hingga 65 tahun) jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan jumlah usia tidak produktif.
Bonus Demografi merupakan sebuah kesempatan yang besar bagi suatu negara untuk dapat meningkatkan pertumbuhan perekonomian. Ada yang berpendapat, bahwa bonus demografi hanya akan dialami oleh negaara hanya sekali saja. Adapun Negara-negara yang berhasil memanfaatkan kesempatan ini di antaranya Tiongkok dan Korea Selatan (Korsel).
Menurut Menko Kesra dalam detik.com (25/6/2015), Keberhasilan Tiongkok dalam memanfaatkan kelebihan penduduk dapat dilihat dari penciptaan industri rumah tangga yang memproduksi berbagai komponen elektronika sehingga menciptakn lapangan pekerjaaan yang sangat besar.
Sedangkan berkat bonus demografi, Korsel berhasil mengarahkan industri rumah tangganya untuk membuat komponen-komponen handphone.
Lalu bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia beruntung karena mulai tahun 2020 ini memasuki era Bonus Demografi tersebut. Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan, Indonesia akan menikmati era bonus demografi pada tahun 2020-2035, yang akan mencapai puncaknya pada 2030.
Bonus Demografi ini dapat dilihat dari angka dependency ratio (rasio antara kelompok usia tidak produktif dan usia produktif) Indonesia yang pada 2030 diperkirakan mencapai angka terendah yaitu 44%.
Artinya, dominasi muda produktif selama masa bonus demografi ini dapat dimanfaatkan Indonesia sebagai mesin pendorong pertumbuhan perekonomian kita.
Namun keuntungan dari melimpahnya usia produktif kerja tersebut tidak akan bisa kita nikmati jika tidak dibarengi dengan usaha peningkatan kualitas SDM serta kuantitas ketersediaan lapangan kerja.
Maka bagi Pemerintah, menciptakan kualitas SDM yang unggul serta penyediaan lapangan kerja yang luas merupakan tugas yang harus dipersiapkan demi memetik manisnya bonus demografi seperti yang sudah dirasakan oleh Tiongkok dan Korsel itu.
Usaha dari pemerintah menyambut dan mendapatkan “anugerah” dari bonus demografi tersebut, sepertinya dapat kita lihat diantaranya dari diluncurkannya Road Map Making 4.0 yang berfokus memacu kompetensi SDM di era Industri 4.0.
Usaha pemerintah dalam meningkatkan lapangan kerja yang luas juga dapat kita lihat dari betapa bersemangatnya Pemerintah meyakinkan para Investor untuk mau menanamkan modalnya di Indonesia, sehingga terciptalah RUU Cipta Lapangan Kerja yang kontroversial itu.
Lalu bagaimana Persiapan kita sebagai Masyarakat biasa dalam menyambut Bonus demografi ini?
Saya tidak akan menyarankan anda untuk melakukan hal yang besar. Sebab saya percaya, kita bisa membuat perubahan besar, cukup dengan melakukan hal sederhana. Kalau anda tidak percaya, tidak apa-apa.
Saya pikir, kita bisa sukses meraih kesuksesan bonus demografi cukup dengan Mengurangi Kebiasaan Rebahan. Sederhana bukan? Sekali lagi, Kalau anda tidak percaya, tidak apa-apa.
Hobi Rebahan dan Skill Menghadapi Bonus Demografi
Mari samakan persepsi dahulu tentang kebiasaan rebahan yang saya maksud dalam artikel ini. Kebiasaan rebahan yang saya maksud adalah kebiasaan seseorang merebahkan diri di atas kasur atau tempat apa saja yang terhampar dan bisa dijadikan untuk membaringkan tubuh dengan maksud bermalas-malasan dan memanjakan diri.
Memang ada istilah Mager (Malas gerak), tapi saya lebih suka menyebutnya kebiasaan rebahan, bagi saya ya sama saja.
“Rebahan=Kegiatan un-produktif”
Merebahkan diri, boleh saja dilakukan jika bertujuan untuk beristirahat melepas penat dan lelah setelah bekerja. Masalahnya adalah, “rebahan untuk beristirahat melepas lelah” belakangan ini sering dijadikan oleh orang-orang untuk alibi kemalasan mereka, padahal tubuh mereka tidak dalam kondisi lelah, hanya kenyamanan saat rebahan saja yang menggoda mereka.
Di kalangan generasi milenial pun belakangan ini “rebahan” sangat populer menjadi bahasan di status-status sosial media mereka. Ironinya, saya melihat tren sosmed generasi milenial dengan topik “rebahan”, sebagai kegiatan yang nyaman dan dibanggakan oleh mereka. Bahkan ada yang menjadikan rebahan sebagai hobi pengisi waktu.
Saya pikir daripada melakukan hobi rebahan yang tidak produktif itu, mending melakukan hobi lain yang sekiranya lebih bermanfaat untuk pengembangan diri. Misalnya belajar nulis di Kompasiana, atau kegiatan positif lain.
Kebiasaan rebahan di kalangan muda, perlu kita cegah dan kurangi dari sekarang. Sebab, generasi muda, terutama yang saat ini masih berumur belasan tahun adalah cikal bakal yang akan memainkan peranan penting mengendalikan negara pada masa bonus demografi 2020-2035.
Kalau saat ini seseorang berusia 15 tahun, maka periode 2030-an usia mereka akan menginjak sekitar 30 tahun, sedangkan kita tahu bahwa di usia segitu, seseorang biasanya sedang produktif-produktifnya bekerja dan berkarya.
Menjadi berbahaya jika dari umur remaja terbiasa dikit-dikit rebahan, dikit-dikit malas gerak, dikit-dikit mobel lejen, dikit-dikit pabji. Kalau dibiarkan, besar kemungkinan kebiasaan tidak produktif itu akan terbawa sampai usia 30an yang seharusnya usia sangat produktif.
Betapa menyesalnya bangsa kita, jika pada masa bonus demografi yang hanya datang sekali dalam sejarah itu, bangsa kita hanya diisi oleh orang-orang dengan etos kerja yang lembek, malas dan hobi rebahan.
Jika tetap seperti itu, kita tidak akan bisa menyalip Jepang yang sekarang dominasi penduduknya adalah orang-orang usia tua, padahal masa bonus demografi adalah momentum yang tepat bagi negara kita untuk menyalip ketertinggalan.
Untuk mewujudkan Indonesia sebagai Negara yang maju di masa Bonus Demografi, jelas tidak akan bisa terwujud jika kita tetap mempertahankan hobi rebahan seperti jemuran kering. Apa yang wajib dilakukan oleh kita sebagai masyarakat, terutama kalangan muda adalah dengan membekali diri dengan kemampuan dan kompetensi yang mumpuni dengan semangat kerja yang tinggi.
Jangan biarkan anda, atau anak anda terlena dengan kenikmatan saat merabahkan diri. Kita harus Bangun dan lakukan hal yang produktif! Seperti kata Presiden Jokowi, “Kerja, Kerja, Kerja!”.
Mulai sekarang bekali remaja kita dengan skill abad 21 yang handal dan ahli dalam teknologi sehingga dapat bertahan di era industri 4.0 ini. Ajarkan pula pendidikan karakter kreatif yang bukan hanya dapat bekerja tetapi juga menciptakan pekerjaan.
Ayo bangun! Setop Rebahan!
Sekian,
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H