Mohon tunggu...
Musfiq Fadhil
Musfiq Fadhil Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Abdul Hamma

Lulusan S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat - Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Selain Ditakuti, Penderita Gangguan Jiwa Juga Perlu Dikasihani

12 Maret 2020   02:19 Diperbarui: 12 Maret 2020   02:20 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Obrolan di Warung Kopi

Malam tadi, saya dan dua teman saya yang sama-sama masih muda, pergi ke warung kopi untuk menikmati hari dengan ngerumpi sambil minum kopi. Ya, meskipun kami bertiga laki-laki, harus diakui kalau ngerumpi itu juga salah satu cara laki-laki menghibur diri. Kata orang agak bijak, “Ngopi dan ngerumpi itu nikmat sekali!”

Seperti umumnya dalam obrolan di sebuah warung kopi, bahan obrolan kami ngalor-ngidul, pindah sana-sini. Dari ngobrolin harga diri sampai ngobrolin harga padi. Obrolan kami mengalir begitu saja kayak air kali.

Sampai kemudian obrolan kami mencapai titik didih, saat tiba-tiba salah satu temanku melemparkan bahan obrolan yang sangat menarik.

“Eh, Tahu tidak. Balita yang terbunuh oleh remaja di kasus yang viral itu?  Dulu dia tetanggaku! Waktu masih berumur sekitar satu tahun, keluarganya pindah dari Tegal ke Jakarta karena dapat pekerjaan di sana”

“Beneran, sumpah! Kalau gak percaya, yuk besok ikut aku pulang kampung, maen ke rumahku, itu keluarga Pak Kartono masih tinggal di sebelah rumahku!”

Walaupun saya dan temanku satunya, melontarkan kalimat  keraguan berulang kali, teman saya ngotot  sekali meyakinkanku bahwa korban kejadian itu benar-benar tetangganya. Akhirnya saya percaya saja, karena sadar, benar tidak benar, toh cuma obrolan di warung kopi.

Kami membahas bagaimana rasanya menjadi orang tua yang kehilangan nyawa dari anak umur lima tahun itu dengan cara tragis dan mengenaskan itu. Padahal anak berumur lima tahun biasanya sedang imut-imutnya, pipi anak umur lima tahun masih menggemaskan untuk dicubit.

Memikirkan tragedi itu membuat hati kami merasa iba yang mendalam seperti ikut sakit melihat wajah Pak Kartono dan Istri serta keluarga, yang kata temanku mantan tetangganya itu. Sampai-sampai kami harus menambah masih-masing satu cangkir kopi lagi agar efek kafein bisa membuat hati kami tenang.

“Kalau saja pelaku pembunuhan tersebut adalah orang dewasa, gangguan jiwa atau tidak saya akan mengutuk keras si pelaku, lah tapi ini yang ngelakuin cah isih piyik, mana tega” ucap temanku

“Kayaknya, bocah itu dari keluarga yang broken, kurang perhatian! Kasihan juga dia sebenarnya mungkin cuma pengen diperhatiin, sayangnya cara dia salah!” ucap temanku yang ngaku pernah bertetangga dengan korban itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun