Masker yang Laris Manis
Awalnya saya ragu saat mendengar kabar bahwa masker semakin sulit didapatkan di pasaran. Kalaupun ada yang jual, pasti harganya mahal. Saya mengira, kabar soal kelangkaan masker ini sekadar hoaks yang biasa dibuat sebagai lelucon meramaikan media sosial saja.
Sampai akhirnya saya penasaran. Iseng-iseng, saya pergi ke minimarket dekat rumah untuk melihat ketersediaan masker dan handsanitizer di sana.
Terhitung sudah 3 kali saya mengelilingi semua rak-rak barang di minimarket tersebut, tapi tak kunjung juga saya menemukan kedua barang itu. Lalu saya tanya dan dijawab Mbak Kasir, "Maaf, masker dan handsanitizer akhir-akhir ini laris banget dan sudah habis, Mas."
Alamak...!
Bahkan permintaan masker juga meningkat di Faskes PSC 119 Dinas Kesehatan tempat saya bekerja. Paramedis PSC 119 di kantor saya ini sampai harus menyembunyikan boks masker ke tempat yang aman agar para pegawai Dinkes tak sembarangan main ambil saja.
Sebab bagi paramedis PSC 119, memakai masker sudah jadi SOP sebagai Alat Pelindung Diri (APD) yang harus dipakai saat menangani kondisi  gawat darurat. Kalau sampai Paramedis ini kehabisan stok masker, kan repot.
Sebagai (mantan) Mahasiswa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), keadaan tersebut membuat saya tak habis pikir dan terus berpikir. Orang-orang yang berbondong membeli masker ini mengingatkan saya ketika dosen manajemen K3 dulu memarahi saya yang salah dalam menjawab pertanyaan dari beliau.
"Apa yang bisa kamu sarankan kepada perusahaan untuk mencegah terjadinya Asbestosis pada karyawan?" Tanya Dosen kepadaku.
Ketika itu saya menjawab dengan lantang,Â
"Tentunya akan saya sarankan perusahaan untuk menyediakan APD berupa masker kepada karyawan untuk melindungi mereka dari risiko menghirup debu-debu dari bahan baku produksi, sehingga paru-paru mereka aman!"