Mohon tunggu...
Mustiana
Mustiana Mohon Tunggu... Penerjemah - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis dan penyuka traveling

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Sensasi Berjalan di Samping Tengkorak yang Terserak

8 Agustus 2019   19:58 Diperbarui: 8 Agustus 2019   20:00 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pallawa
Bisa dibilang eksplorasi Tana Toraja terbilang cepat banget, dari tempat upacara kita langsung menuju Pallawa yang di sana banyak rumah adat Tongkonan. Sebenarnya Tongkonan itu termasuk juga untuk tempat menaruh hasil panen.

Trus di bagian depan Tongkonan dipasang tanduk kerbau, semakin banyak tanduk kerbau semakin tinggi juga status orang meninggal itu.

Lemo
Dari Pallawa, foto-foto sebentar langsung ke Lemo. Ini merupakan perbukitan yang di kanan-kirinya terdapat makam, dan peti berisi tengkorak. Awal-awalnya sih berasa seram tapi lama kelamaan biasa aja, dibawa asik aja  tapi jangan lupa doa-doa juga dan ucapin salam, namanya kuburan orang.

Di sisi-sisi tebing banyak banget ornamen dan botol minuman serta bungkus makanan, entah buat sesajen atau turis nyampah. Cuma gara-gara ini tempat ini jadi kotor dan berasa aneh karena berdampingan dengan tulang belulang manusia kayak gak dihargain banget gak sih. Di puncak tebing ada satu goa yang gelap.

Sebelum masuk goa ini, kita harus naik melewati tangga yang licin. Jangan pakai sepatu karet deh ke sini (kayak saya), pake sepatu gunung kalau perlu.

dok. pribadi
dok. pribadi
Pas sampai di puncak kita ditawarin mau masuk gak ke dalam goa. Goanya super gelap dan licin serta ada genangan air sekitar 10-20 cm. Ada pemandunya yang nganterin kita ke dalam tapi ga terlalu kasih informasi tentang goa itu. Bilangnya sih ada makam.

Dan ternyata..... di dalamnya enggak ada apa-apa, cuma ada beberapa sampah yang menggunung di mana-mana, mereka bilang sih itu kubur orang-orang tapi saya enggak ngeh kuburnya ada di sebelah mana. hmmm...

Udah masuk ke dalam guanya licin dan sempet kepleset, hingga akhirnya keluar saya  dengan celana yang sudah tanah semua. Daripada melihat tulang belulang, sebenarnya saya lebih begidik ngeri sama boneka-bonekanya yang dipasang di sana karena kesannya mereka ngeliatin saya gitu hiiiiii....

Selanjutnya, kita mulai nyari home stay dan akhirnya nginep di home stay yang dipunyai sama kerabat sopir kita. Di sana masih kerasa banget kekeluargaannya, banyak anak-anak kecil lucu yang seneng banget jadi objek foto-foto.

Di sini kami tidur berdempet-dempetan dengan alas tikar dengan suhu yang lumayan dingin waktu pagi. Di sebelah tongkonan yang kami tempati, masih ada jenazah nenek mereka yang belum diupacarain.

Malamnya kami disajikan makanan yang super enggak biasa, yaitu papyong. Makanan khas Toraja berupa ayam atau biasanya babi yang dimasukkan ke dalam bambu besar sekaligus bumbunya trus dimasak ke dalam bara api. Sumpah enak banget. Rasanya mirip ayam bakar tapi lumayan beda karena teksturnya lebih lembut dan hancur berpadu bersama bumbu.

Pantai Bira
Matahari belum muncul benar saat kami memulai perjalanan menuju Pantai Bira yang letaknya di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan-Barat. Saat itu pemandangan perbukitan di Toraja terasa syahdu benar. Senang melihatnya...

Oh ya patut diingat, khususnya untuk traveler muslim, di sini termasuk daerah yang mayoritasnya beragama Nasrani atau masih menganut kepercayaan nenek moyang jadi sangat susah bagi kita menemukan makanan halal dan salat di masjid.

Beberapa kali saya menanyakan tempat salat, masjid atau masala. Tapi ternyata sulit, bahkan untuk salat saja saya harus naek becak yang jaraknya sekitar 500 m karena di mana-mana tidak ada tempat salat. Begitu juga soal makanan, sebenernya mereka, penduduk Toraja juga sama seperti Jakarta menjajakan bakso atau mie ayam. Tapi itu biasanya pakai daging babi (hitam).

Jadi hati-hati pastikan halal ya... Biasanya toko yang menyajikan masakan halal pedagangnya berasal dari Jawa atau Makassar. Jadi jauh-jauh ke Toraja makannya tetep bakso milik mas-mas orang Jawa hahaha.

Driver kami yang orang Toraja juga cerita, kalau di Toraja sedikit demi sedikit mulai memeluk agama kristen Protestan. Nah, agama ini mengajarkan untuk mengubur mayat. Jadi orang-orang yang beragama Toraja mulai mengubur jenazah kerabatnya  namun tanpa meninggalkan budaya mereka, para jenazah tetap ditempatkan di areal tinggi sebagai penghormatan jadi kuburannya di atas gitu. Mereka pun membangun rumah-rumah untuk makam dan tidak lagi di tempatkan di tebing-tebing.

dok. pribadi
dok. pribadi
Penghormatan terhadap jenazah juga biasanya ditunjukkan dengan mengarak jenazah ke tempat persemayaman terakhir. Orang-orang yang disekitarnya pun diwajibkan berhenti sejenak untuk menghormati jenazah yang lewat. Bahkan mobil kami yang lewat pernah dipukul keras oleh seorang warga yang tengah mengarak jenazah gara-gara mobil kita tetap jalan saat ada jenazah yang lewat.

Sampai di Bira hari sudah gelap lagi, hampir 12 jam baru akhirnya sampai ke Pantai Bira. Istirahat sebentar langsung kita nikmatin keramaian Pantai Bira.

Di bibir pantai ada satu cafe ajep ajep dengan musik dan gemerlap laser warna warni. Sudah bisa ditebak lah dalemnya gimana. Beberapa teman saya masuk karena penasaran. Sementara saya milih balik aja ke penginapan, istirahat.

Pagi-pagi kita udah siap-siap mau snorkeling. Pas sampai di pantai ternyata ruameee banget. Tapi pas kita berlayar ke tengah laut baru deh kerasa sepinya dan bagus banget. Airnya yang hijau toska jernih banget sampai bisa liat ke dasar lautnya. Keren!

Abis main-main di tengah laut kita melipir sejenak di pinggir pantai untuk santap siang dengan ikan laut yang enak banget. Udah puas basah-basahan saatnya jalan-jalan manja di pinggir Pantai Bira yang udah mulai sepi. Paling enak jalan-jalan di pinggir pantai yang pasirnya kayak pantai ini, pasirnya mirip lada jadi nyaman banget buat bertelanjang kaki.

Lagi jalan-jalan nemu penyu tergonggok begitu saja, ternyata dia mati dengan tali membelitnya.  kasian banget deh. kok ada yang tega begitu ya. Pokoknya jangan sampai nyakitin atau ngerusak alam dan ekosistem ya teman-teman. Lihat videonya yuk di sini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun