Mohon tunggu...
Mustiana
Mustiana Mohon Tunggu... Penerjemah - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis dan penyuka traveling

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Upacara Tana Toraja Membawa Kemiskinan?

7 Agustus 2019   12:26 Diperbarui: 7 Agustus 2019   15:06 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu awal mula kecintaan saya sama traveling, salah satunya karena perjalanan ini. Apalagi sebelum terbang ke Sulawesi, saya sempet cekcok juga sama orang kantor, sebab meski udah izin di awal tetapi pas mendekati hari H justru izin dipertanyakan. 

Gila banget kan?! untung akhirnya lolos juga, ya iya lah duit saya yang Rp 1,5 juta untuk terbang ke sana masa harus gosong gara-gara ga jadi. Oh ya, saya juga dapat harga Rp 1,5 juta all in berkat daftar open trip yang dikasih diskon. Murah banget kan, dengan pelayanan so so lah.

Perjalanan terbang ke Makassar untuk pertama kalinya lumayan horor karena saat itu hujan lebat, langit berkilat-kilat dan guntur menggelegar. Ngeri banget. Penerbangan malam yang harusnya saya  tidur nyenyak di dalamnya malah ketakutan, memejamkan mata sambil baca-baca beragam doa.

Alhamdulillah, sampe juga di Makassar dengan bandara yang saat itu masih baru direnovasi dan keren banget mirip mal. Dari bandara kita enggak bisa berlama-lama karena mini bus udah menunggu untuk langsung cus ke Tana Toraja.

Beruntung saya termasuk orang yang pelor jadi kerjaannya di mobil tidur mulu dan perjalanan nyaris 12 jam enggak kerasa. Lama banget lho kita di mobil mulai dari jam 3 pagi dan baru sampai jam 3 sore. Di sela-sela perjalanan kita mampir ke Gunung Nona yang pemandangannya super bagus.

Gunung Nona
Gunung Nona adalah gunung kehijauan yang berada di wilayah Enrekang. Biasanya orang yang mau ke Toraja pasti mampir ke sini dulu. Sejuknya bukan main! sebenernya kita cuma bisa lihat gunung ini dari kejauhan yang terhampar hijau. Sambil menyeruput kopi, makan indomi ataupun numpang mandi kita berhenti sejenak di sini.

Di kedai kecil ini saya beli indomi yang lama banget dianter padahal tangan udah gemeter karena laper.... dan setelah saya perhatikan kalau kita yang mesen sendiri emang gak terlalu ditanggapin tapi kalau orang asli sana yang mesen langsung diantar. Wow, ternyata mereka mendahulukan pelayanan ke sesamanya daripada turis dari luar. itu sih yang saya rasakan.

Di sini juga ada berbagai macam snack khas Enrekang, salah satu yang unik adalah keju asli Enrekang yaitu Dangke. Saya beli snacknya yang mirip cheese stick dan orang Jakarta banyak yang doyan lho.

Kita enggak berlama-lama di sini karena pulangnya toh kita akan istirahat lagi di sini. gitu katanya. perjalanan pun dilanjutkan hingga akhirnya kita sampai di gerbang selamat datang Tana Toraja.

Kota Toraja yang kaya akan budaya ini emang udah bertahun-tahun jadi tujuan wisata, dan mereka sadar banget sama potensi wisata mereka. Mulai dari sini semuanya terasa kental budayanya dengan rumah Tongkonan yang biasanya di dalamnya ada mayat-mayat. Jenazah disimpan untuk kemudian diupacarain kalau duit mereka udah terkumpul. Dalam upacara itu mereka harus menyembelih puluhan babi, makan bersama, menari dan menyanyi baru deh ditaruh di bukit-bukit di sekitaran mereka.

Langsung deh tergerak merekam berbagai momen. Yang mengerikannya dan saya gak setuju itu cara penyembelihan mereka sama hewan. Masa babi yang udah merintih dan menangis karena gak bisa gerak lantaran diikat di kayu-kayu, disembelihnya main bacok aja pake golok. 

Mending bacoknya langsung bikin si babi mati, tapi yang terjadi bacokan yang langsung di tubuh itu bikin darah babi muncrat-muncat, menggelepar trus kehabisan darah sampai akhirnya mati. Sungguh mengenaskan.

qubicle.id
qubicle.id
Selama belum diupacarin, mayat mereka di tempatin juga di tongkonan  yang di luar tongkonan itu dipasang banyak tanduk kerbau, semakin tanduk kerbaunya banyak maka semakin dapat prestise mereka.

Pas banget waktu ke Toraja, ada upacara seorang jenazah polisi yang mau dikubur di tebing-tebing. Babi-babi hitam diarak untuk disembelih, di sisi lain para orang-orang menari-nari, selama itu dibacakan doa-doa oleh ketua adat. Entah kenapa saya berasa daya magisnya dapet banget.

Habis selesai upacara,  babi yang udah mati tadi dimasak trus dimakan rame-rame sama warga setempat. Sebenernya saya ketinggalan banget momen upacara ini, jadi saya sempetin tanya-tanya orang lokal sekalian buat berita.

Bener saja orang lokal Toraja sendiri sebenernya keberatan dengan upacara macam begini, kenapa? Karena biayanya sungguh besar, mereka harus beli kerbau, beli babi dan macam-macam yang harganya bisa satu mercy.

Tak ayal akhirnya mereka menabung hanya untuk upacara, sementara untuk kebutuhan hidup, sekolah mereka harus pas-pasan kan kasian ya. Ya dilematis sih.

dokpri
dokpri
Dan yang perlu diketahui juga mereka mungkin menganggap kerbau seperti gambar kerbau bule di atas lebih berharga dari apapun. Kendati begitu, panorama Toraja cukup membuat mata segar karena dikelilingi bukit karst yang keren banget. Mau lihat videonya? 


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun