Hari terakhir di Belitung, kami harus pintar-pintar maanfaatin waktu yang tersisa karena pesawat kepulangan kami itu jam 12.00. Beruntung dua destinasi terakhir letaknya dekat dengan bandar udara.Â
Museum Belitong dan Rumah Adat
Pertama kita menginjakkan kaki di museum Belitung. Di sini kesannya kuno dan tidak terawat di bagian belakang. Masih ala rumah hantu gitu dan semua tampak berdebu. Yang menarik di sini diceritakan tentang sejarah awal Belitung sampai hal-hal aneh yang pernah ditemukan di Belitung. Mulai dari hewan purbakala sampai batu satam yang diagung-agungkan seantreo Belitung.
Batu Satam alias meteor pernah jatuh di tanah Belitung tapi enggak jelas gimana-gimananya adanya batu aj gitu warna hitam. Dan biasanya orang-orang membawa miniatur batu satam untuk oleh-oleh bahkan ada juga yang berani jual mahal buat dijadiin cincin akik. Dan akhirnya tertipu karena udah gak ada lagi lah batu begituan.. Saya sih dari Belitung cuma bawa oleh-oleh terasi yang kata nyokap saya enak bingits.
Di belakang museum ini ada kebun binatang mini. Lagi-lagi kesannya kumuh dan saya ngerasa kasian banget sama itu binatang-binatang. Kandangnya kotor, termasuk kandang buaya yang katanya ikutan syuting Laskar Pelangi.
Serius, itu buaya kasian banget. Â udah tua sampe enggak bisa bergerak dan badanya gede banget. Â Ada juga kura-kura jumbo yang hidupnya juga kelihatannya udah renta banget. Sayang aja sih.
Danau Kaloin
Selanjutnya, mendekati tengah hari kita menuju Danau Kaolin. Danau ini adalah danau buatan adalah bekas pertambangan timah tempo dulu. Mungkin kalau kalian terbang di atas Belitung , kalian bisa tahu betapa rusaknya daratan Belitung macem banyak bisul yang pecah. Bolong-bolong berwarna putih. Tragis! Kebanyang betapa gilanya pemerintah mengeruk tanah Belitung.
Di sekitar masih ada beberapa truk lalu lalang membawa tambang. Kasian tuh bumi Belitung udah dong jangan ditambang lagi, mau jadi apa coba!
Rentetan truk itu buat kita sadar kalau Belitung sudah lama terluka. Kita baru menengoknya ketika keindahan Belitung mulai tersiar, padahal dulu kita tidak tahu semenderita apa dirinya dikeruk orang-orang rakus, sementara penghuninya di dalamnya tetap miskin, tak berujung.