Perjalanan ke Belitung ini adalah perjalanan perdana bersama teman seperjuangan semasa  kuliah. Sebelum memutuskan ke Belitung sempat bingung juga karena nyaris bentrok dengan perjalanan dinas ke Palu.
Setelah bergalau ria akhirnya kesampaian juga ke negeri laskar pelangi yang novel tetraloginya udah khatam dari dulu dan menginspirasi saya buat jalan-jalan ke tempat-tempat indah.
saya udah ketemu dan minta tanda tangan penulisnya langsung lho.... Norak! Hehehe... Bang Andrea Hirata padahal nawarin untuk mampir ke tempatnya kalau ke Belitong lagi. Pasti gue balik lagi, janji!
 Baiklah, perjalanan kali ini saya ikut trip keroyokan dengan pesawat bertarif Rp 1 juta PP. Berangkat garuda pulang sriwijaya. Pas sampe di bandara Hanandjoeddin, kita langsung dijemput, Bang Ari, tour leader kali ini.Â
Ada satu orang yang barengan kita, lelaki yang super rese dan super doyan selfi sampai ganggu orang dan akhirnya kena batunya, HP-nya kecelup air heheheheÂ
Manggar dan 1000 Kedai Kopi
Dari bandara kita enggak sempet nengok kuil dewi kuan In jadi langsung ke Manggar buat nyicip kopi asli Belitung. Beuh, memang benar, sepanjang jalan banyak banget warung kopi.Â
Di dalam novel  di tempat ini warga Belitung gemar nongkrong saban hari mulai dari ngomongin politik sampai tetangga sebelah rumah.
Andrea juga menggambarkan bahwa banyak orang Belitung lebih suka ngopi ngobrol ngalur ngidul daripada kerja. Memang beberapa warung kopi penuh orang tetapi banyak juga yang kosong melompong jadi saya rasa kini mereka udah mulai sadar supaya nongrong gak lama-lama lebih baik kerja hahaha...
Saya merasa kopi Belitung enggak terlalu gimana gitu, wanginya juga enggak sesedap kopi aceh dan rasanya biasa aja, kayak kopi kuli hehehe.... Cuma yang dijual Belitung itu adalah budaya ngopi bukan produk kopinya, menurut saya.
Kopi di Manggar adalah kopi kedua setelah menyesap kopi di pesawat tadi. Dan saya minum kopi lagi sorenya. Tiga gelas kopi ini membuat saya terjaga sampai jam 3 malam. Deritaaaa....
Batu Mentas
Wisata bantu mentas adalah wisata yang jarang dikunjungi orang kalau ke Belitung. Memang enggak banyak yang dijual di sini selain air semurni aqua dan hewan yang jarang dilihat Tarsius Bancanus yang dikandangin oleh penjaganya. Di sini kita Cuma main air sebentar terus balik.
Pantai Batu Satam
Ada ikon yang paling mencolok kalau pergi ke Belitung. Mereka bangga banget sama batu satam alias batu meteor dari langit yang dipercaya pernah jatuh di Belitung. Mulai dari souvenir, tugu dan lain-lain dijual di sini.
Museum Kata
Dari pantai itu kita searah ke museum kata yang didirikan Andrea Hirata. Sungguh Andrea bukan hanya memberikan inspirasi dan sumbangsih kesusastraan tapi juga penghidupan dan perubahan sosial bagi masyarakat Belitung khususnya.
Banyak yang cerita bahwa laskar pelangi sedemikian fenomenal sampai wisata di Belitung yang dulu sama sekali enggak dilirik jadi membeludak.Â
Bahkan beberapa orang yang saya temui mengatakan banyak orang luar daerah yang sengaja datang ke Belitung demi mencari Ibu Muslimah, tokoh guru yang hadir di novel tanpa tanda jasa. Â Keren enggak tuh!
Apa sih isi museum kata? Sebenernya bagi saya sih enggak spesial-spesial banget. Cuma ada beberapa foto potongan film dan syair dalam laskar pelangi berikut dengan furniturnya. Semangat para laskar terasa sih di sini.
Dari museum kata, kita menyusuri rentetan laskar pelangi lagi, yap kali ini sekolah settingan di filmnya. Ini bukan sekolah beneran lho tapi sengaja dibangun buat keperluan film.Â
Di dalamnya ada bangku dan meja yang sudah kusam berikut tiang penyangganya. Letak sekolah ini berada di tengah kota padahal kebayang kan sekolahnya sebenarnya dimana.Â
Sejauh ini saya suka kota ini dengan segala ketenangannya, karena jam 8 malam saja udah sepiiiii banget dan kita santai aja jalan-jalan di sepanjang gang-gang dengan iringan lolongan anjing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H