Mohon tunggu...
Mustiana
Mustiana Mohon Tunggu... Penerjemah - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis dan penyuka traveling

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Jadi Musafir di Bali, Kenapa Nggak?

30 Juli 2019   10:25 Diperbarui: 30 Juli 2019   10:35 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi-pagi tanpa mandi meluncurlah ke stasiun Banyuwangi yang bisa ditempuh dengan berjalan kaki, eh di sana ternyata saya salah beli tiket karena semua atas nama saya. Itu hasil kena ketipu sama tukang alfamart yang bilang bisa klo pakai nama saya semua (ini baru awal2 pemberlakukan tiket KAI bernama)

Apalagi maklum ini baru pertama naek kereta antar Jawa gini, jadi akhirnya saya  yang kebagian bayarin dua temen saya karena harus tanggung jawab kan. Sempet dag dig dug karena beli tiket pas kereta menjelang berangkat dan si petugas ogah dirayu-rayu buat lolosin kita aja.

Meski secara harfiah kita bertiga nyatanya gue pisah gerbong sendiri. Selama perjalanan dari Banyuwangi ke Malang yang ditempuh selama 2 jam saya ga bisa tidur. Padahal badan udah lelah, di samping kanan kiri beberapa ibu-ibu ngobrol eh malah keikutan. Sesungguhnya di kereta ekonomi ini kita bisa melihat jelas realita sosial. Ya tepat di depan saya ada seorang ibu asli Malang pernah bermigrasi ke Papua suaminya berladang dan dia jadi PRT meninggalkan seluruh anak-anaknya.

Sungguh suvivor sejati, setelah itu di balik di Papua dia balik ke Malang. Di Malang dia bingung kerja apa kalau enggak salah hanya buka warung kelontong saja. Tahu enggak meski disebut sebagai ibu desa tapi sungguh ibu ini tahu perkembangan tanah air dan teknologi karena rajin buka google, wooow banget kan.

Malang

Sampai di Malang sudah siang dan kita harus tunggu kereta Malang-Jakarta malamnya. Luntang lantung di pinggiran stasiun Malang. Saya pun harus segera kembali mengganti tiket yang salah beli lagi.

Di sini kita sempat beli oleh-oleh keripik bekicot yang ternyata rasanya lezat. Malam di Malang saya harus pisah gerbong lagi, saya sendiri duduk di bangku untuk tiga orang. Malam di Malang dingin begitu menggigit tak terasa saya berbaring di bangku sembari meringkuk sendirian. syedih.

Di pertengahan jalan saat matahari mulai muncul lagi, saya baru sadar ternyata saya daritadi salah kursi dong. Ternyata kursi saya sesungguhnya masih di gerbong depan lagi.

Malas pindah, akhirnya saya luntang lantung di gerbong makan. Sambil sesembari menengok teman di gerbong belakang. Sebenarnya sepanjang perjalanan sudah banyak orang bertanya gimana orang sekecil saya berani jalan sendirian dengan segembol tentengan.

Yah.... harus hati-hati juga jawabnya karena parno cerita saya dimanfaatkan orang jahat. Tapi Alhamdulilah, akhirnya masinis meniup pluitnya di stasiun Jatinegara tanda perjalanan saya selesai.

Saya pun turun, dengan lelah yang tak tertahankan tapi harus naik Transjakarta lagi menuju rumah dengan tas yang sudah robek dimana-mana dan isinya mau keluar. Sampai di rumah saya yang dua hari tidak mandi, langsung mandi, langsung tepar selama 12 jam hahaha...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun