2. Â Bukit Kintamani
Bli emon menyarankan agar setelah ini kita ke Kintamani karena searah, udara sejuk bikin mood jadi kalem dan kita mau aja. Di bukit Kintamani kita disuguhkan oleh pemandangan gunung Batur yang hijau nian. Ga ada pemberhentian khusus kecuali kalian mau masuk ke rumah makan untuk berlama-lama menikmati ciptaan tuhan ini. Kita sempat masuk ke dalam restoran dan ya ampun harganya Rp 100 ribu semua. Langsung balik kanan dan setelah foto-foto langsung ngacir pergi.
Di dalam mobil kita berdebar setelah ini mau ke mana, memang jadwal trip hari ini no pantai jadi kita mutusin nonton tari kecak, namun karena baru mulai jam 6 sore, jadi kita mutusin pergi ke Batu Bulan untuk lihat proses pembuatan batik yang bukan barang baru bagi orang Indonesia. Seperti yang sudah diduga, mahal-mahal booo... harganya dan memang sepertinya harga yang ditujukan untuk wisatawan berduit atau asing. Yaudah kita lihat-lihat saja.
4. Tari Kecak Ubud
Semula kita mau nonton tari kecak di Uluwatu namun karena takut hujan, karena di Uluwatu itu outdoor. Akhirnya kita pilih nonton kecak di Ubud ini. Harga tiket Rp 100 ribu. Waktu itu karena weekdays jadi lumayan sepi dan khitmad nontonnya. Tentu saja orang asing langsung berebut nonton paling depan. Pertunjukan yang digelar sejak petang sampai malam ini berlangsung 2 jam menampilkan tarian klimaks tari api.
Memang yang memprihatinkan sebagian besar penarinya adalah orang tua dan sudah sepuh. Beberapa di antaranya masih muda tapi cuma hitungan jari. Sedih. Untung yang muda itu rupawan jadi lumayan cuci mata. Hahahaha.... saya si merasa pertunjukan ini sudah kelas internasional dengan tata lampu dan panggung yang terasa banget budayanya. Ya worthed lah sama harga Rp 100 ribu jadi enggak nyesel nonton pertunjukan buatan dalam negeri ini.
Adalah suatu ketidaksengajaan saat menyusuri gang pas kita cari makan malam dan tau-tau nongol di Legian. Daerah yang amat sangat tidak nyaman bagi hijabers kayak saya dan teman-teman.
Karena rasa penasaran kami tidak berbalik arah, toh kami tidak melakukan apapun, apalagi masuk pub. Waktu itu sudah menunjukkan pukul 9 malam, ternyata ini namanya Legian memang tidak heran kenapa kawasan itu dibom (alasan untuk para penganut kebajikan). Memang beragam maksiat ada di sana, mulai gadis berpakaian mini dan joget-joget di pinggir jalan sembari melihat kami dengan ajaib sekaligus sinis.
Suara musik dugem yang menghentak-hentak sampai klinik pijit yang mungkin esek-esek juga. Tak jarang kami disapa dengan salam yang aneh-aneh mulai dari Assalamualaikum sampai menawarkan magic mushrom alias jamur narkoba ala Bali. Duh, ampun deh. Gak mau nyari ribut kita percepat langkah sampai tertuju di tugu penghormatan korban bom Legian. Duh, kasian banget dah nih orang-orang yang lagi dugem trus mati.