Dari pelabuhan kita meniatkan diri untuk makan siang karena jarum jam terus bergerak dan sudah lewat tengah hari pula. Perut makin melilit tapi apa daya, kita harus sampai dulu di pusat kota Pangururan untuk mendapatkan pilihan makanan halal. Sebab, di seluruh pinggiran jalan cuma ada babi anjing babi anjing dan begitu seterusnya.Â
Setelah setengah jam, akhirnya kita sampai juga di pusat kota. Kesadaran saya sudah hampir hilang, mau pingsan rasanya setengah hari terpanggang di jalanan Samosir motoran meski berudara sejuk tetap saja tenaga terkuras banyak.Â
Mutar muter entah lah si opung yang satu ini mau bawa ke mana ku tak tahu. Akhirnya, saya putuskan dengan tegas karena semakin tidak jelas untuk berhenti di rumah makan padang. Si opung Sitorus tentu saja lahap makan sementara saya sekuat tenaga menelan ayam besar nan keras yang terhidang di hadapan saya.Â
Dari sini, saya berpikir mau kemana lagi setelah sebelumnya opung sitorus menolak untuk mengantarkan saya ke padang sabana Pusuk Buhit. Alasannya jauh dan di itu juga katanya ga boleh sembarangan karena tempat itu lokasi orang-orang semedi. Padahal saya sebenarnya sudah memaksa agar dia mau singgah sebentar ke sana tapi sia-sia dia tak mau.Â

Hingga di suatu kali, ada gerombolan anak-anak datang bergerombol. Saya yang enggak mau jadi garing mengajak mereka berfoto, tak tanggung-tanggung sambil loncat.Â
Opung pun saya ajak untuk foto melompat meski hasilnya fotonya blur wkwkwkwkw... Kami cukup senang menghabiskan waktu disini meski tak ada yang menarik di wisata ini, cuma kehangatan khas masyarakat daerah bikin saya betah. Sepulang dari Toba saya baru tahu ternyata danau ini rupanya penuh muatan mistis. Untung saya enggak kesurupan gara-gara main loncat-loncatan hahaha.Â

Tapi saya gak punya rencana mandi karena gak bawa salin juga dan siapa juga yang mau mandi di jam 2 siang bolong panas menyengat kalau enggak mau gosong kebakar. Makanya saya cuma mengintip saja dan balik kanan, padahal asik sih kalau pagi-pagi mandi air hangat yang alami ini.Â
Dari pemandian, si opung sibuk melihat-lihat destinasi wisata baru di selebaran kertas yang dibagikan. Namanya Pantai Air Tawar Batu Hoda, saya mengintip dan kayaknya memang full dengan spot-spot instagramble. Tapi sebenarnya kita tidak memutuskan ke sana awalnya malah mau ke pantai pasir putih yang ternyata tersebar di sepanjang jalan. Usut boleh usut juga ternyata pantai itu dimiliki oleh warga pemilik sana di sana jadi mereka berlomba-lomba membuka pantai di depan rumah mereka. Karena saya bingung mau pilih yang mana dan kelihatannya tidak semuanya bagus maka saya putusin aja untuk ke tempat di selebaran flyer itu.Â
Sampai di sana ternyata pantai ini tergolong baru dan dikelola oleh pemda setempat jadi kelihatan lebih profesional. Menurut saya, pengelola lumayan jeli memanfaatkan segala yang serba instragramable jadi beberapa spot ciamik banget bersanding dengan latar pegunungan di Samosir meski pantainya tidak terlalu mengkilap dan jernih.Â