Mohon tunggu...
Mustiana
Mustiana Mohon Tunggu... Penerjemah - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis dan penyuka traveling

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Karena Linglung di Singapura Itu Merana

13 Mei 2019   11:20 Diperbarui: 13 Mei 2019   11:31 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber keresahan, kegelisahan, penderitaan pun dimulai. Sebenarnya ini adalah salah satu bagian perjalanan yang paling merana tapi anehnya saya justru paling susah mengingatnya. Makanya sampai saya kontak teman-teman perjalanan saya supaya tahu kronologis yang sebenar-benarnya. 

Kebayangkan part ini aja saya sudah sulit diingat padahal belum lebih dari 3 tahun. Gimana perjalanan yang lalu lalu. Makanya penting lho bagi kalian nulis segala yang menurut kalian berkesan. Bukan untuk pamer atau dipuji karena kalian sering traveling (itu mah bonus) tapi untuk kepentingan kalian juga. Betapa mewahnya kan kalau kita bisa mengingat memori indah perjalanan saat kita tua nanti.

Yaudah balik lagi ke cerita perjalanan. Jadi selepas kita ke Art Science museum itu kita galau ke mana perjalanan selanjutnya. Ada yang mau ke merlion ada yang mau ke garden by the bay. Teman saya usul kalau kita pisah aja tapi ujung-ujung tetap pada nempel saja satu sama lain, takut nyasar kali eh emang bener nyasar juga wkwkw. 

Nah, akhirnya kita putusin buat ke garden by the bay dulu. Awalnya percaya diri tuh kita lewat ke arah the helix, jembatan modern yang keren banget arsitekturnya. Tapi ternyata sebenarnya kita malah menjauhi si garden by the bay. 

Kita ikutin jalan lalu duduk di taman karena betis sudah menegang. Kita ikutin plang yang belok lah, lurus lah tapi tak kunjung ketemu. Kita tanya orang di dekat danau main tunjuk-tunjuk aja mereka malah buat kita tambah tersesat. Niat mau naik sepeda tapi gak ngerti juga caranya gimana. 

Niat mau naik bus tapi gak jelas tujuannya nanti dibawa ke mana-mana. Pokoknya kerasa hidup itu penuh pengorbanan. Sampai alas kaki bener-bener terasa panas. Serius itu, mungkin kalau dibawa terus kaki saya bener-bener keluar api trus kebakar. 

Nah, tenaga kita pun sudah bener-bener habis dan belom makan siang karena sudah terlalu lelah. Kita berhenti lagi tepat di bawah kincir. Solat dulu menyegarkan pikiran. Di saat itu yang paling penting adalah menemukan stasiun MRT sehingga kita tau ada dimana dan menuju ke mana untuk ke Garden by The bay. Kalau dihitung-hitung mungkin kita sudah lebih dari 1 km kali jalan sore itu. 

Dokpri
Dokpri

Akhirnya setelah menemukan stasiun MRT barulah perasaan kami terasa lega. Tapi tunggu dulu ternyata kita musti jalan lagi, astagfirulloh!!! Singapura bener-bener ya. Kaki akhirnya harus dipaksa jalan lagi dan itu sekitar kurang dari 1 km. 

Tampilan kami bener-bener beda sama orang-orang yang keliatan seneng banget sama situasi singapura kala itu  menjelang sore. Mereka olahraga sambil jalan santai sementara kami sudah kelelahan karena kaki udah gak santai lagi broooh! 

Akhirnya karena sadar emosi makin memuncak kita pun memutuskan untuk makan dulu di McD yang ekspektasinya pasti rasanya sama lah. Eh di sana pun orang-orang makan berdiri karena kursinya habis. Emang singapura negara dengan penduduk hobi jalan dan berdiri kali yak. 

Tak ada pilihan akhirnya kami makan di pinggiran garden by the bay, tepat di bawah pepayungan tinggi yang ditumbuhi tanaman. Pasti malam cantik. Kata saya menghibur diri. 

Untuk masuk ke kawasan eksklusif garden by the bay yang ada air terjun dan jembatan itu kita ternyata harus bayar lagi sekitar 200 ribuan. 

Uang cekak jadi alasan kita enggan masuk, untungnya saat itu weekend jadi ternyata ada hiburan gratis kelap kelip lampu garden by the bay yang bisa disaksikan tanpa bayar tapi penuh banget orang. 

Di sana juga ada jembatan yang terbentang tapi antrenya bikin udahlah ya mending pulang ke Jakarta wkwkwk... Kita pun menunggu pertunjukannya sekitar setengah jam dengan mengemper yang merupakan budaya Indonesia lalu akhirnya menular ke warga asing sana. Maaf kami Indonesia tidak bisa kalau tidak duduk karena kami sudah terlatih mager mania. apaseeh... 

Pertunjukan di mulai, ga bisa syahdu-syahdu amet lah nonton layar tancep versi modern ini karena orang sibuk lalu-lalang sampai ada bocah yang teriak-teriak. Tapi satu sih yang bikin kagum alunan musik dengan permainan lampu yang tertempel di pepayungan pohon itu emang keren banget. Apalagi pas bagian musik-musik klasik, itu sih super banget. 

Setelah pertunjukan, kita pun harus rela mengantre lagi buat balik ,eh gak balik deh tapi ada satu permintaan temen saya, apalagi kalau bukan ke merlion. Kaki semakin kebas mungkin tingkatannya bukan lagi pegel tapi di atasnya, tapi demi mengakomodir keinginannya makanya kita rela-rela ke sana meski ternyata dari MRT itu kita jalan lagi. Hadeh. 

Dokpri
Dokpri

Patung Merlion adalah tempat yang tak pernah sepi semua orang selfi di sini membuktikan kalau dia pernah ada di singapura. raga kami sudah terlalu lelah maka untuk kesekian kalinya kita deprok lagi di pinggiran sungai. 

Sementara salah satu temen saya pengen banget bisa foto bareng si singa tapi apa daya, untuk menghela napas saja kami sudah lelah wkwkkw... akhirnya temen saya itu sendiri menuju singa entah dia selfie sendiri atau minta tolong ke orang untuk di fotoin. 

Tapi yang pasti balik dari ketemu singa dia ngambek macam singa juga, kita pun takut jadinya kena terkam dan sepanjang jalan pun cuma merengut. Ada rasa bersalah sih gak fotoin dia secara baru perdana dia ke Singapura tapi apa daya raga tak sampai hahaha... 

Ternyata siksaan nyasar adalah baru satu cobaan, kali ini kita pulang pun kita kembali nyasar. Super sekali bukan. Cobaan kedua sungguh terlampau berat kami kesulitan mencari dimana hotel mungil kami dan bodohnya tidak satupun dari kami ingat jalan. 

Mungkin udah kecapean to the max. Kita tanya orang semua menunjuk kemana-mana tapi tak ada yang benar-benar tepat. 

Bodohnya kami juga tidak membeli paket internet jadi kami benar-benar pakai intuisi dan selembar peta dari traveloka yang jadi bukti menginap. 

Semua misuh-misuh bahkan saking lelahnya ada di antara kami yang cuma diam. Bisanya menggeleng dan mengangguk itu mungkin tenaga yang tersisa. Kami berdebat ke sana kemari, ada yang memutuskan naik MRT ke tujuan MRT yang tadi pagi kita naiki tapi ternyata beda line. Ini akan makin sulit. 

Sementara yang lain mau menyerah panggil taksi atau grab yang kita gak tau gimana nyetopinnya secara gak ada paket internet dan taksi ga bisa disetop sembarangan. 

Sudah beberapa kali mungkin kami berkeliling di tempat yang sama sungguh tragis. Air muka kami sudah tidak keruan antara capek, kesal, lapar, semua jadi satu. Sebagian mencoba menyemangati tapi tak berhasil malah berujung buli dan saling menyalahkan. 

Tenang! ini cobaan, salah satu ujian pertemanan mungkin. Bahkan teman saya memaki-maki saya "buktikan kalau lu traveler sejati! masa gini doang mau nyerah" ah ingin ku berkata kasar tapi pasti suasana tambah runyam. 

Saya pun sudah bertanya ke lebih dari 5 orang soal keberadaan hotel kami, dari  bahasa inggris saya yang bagus banget, bagus, cukup bagus sampai jelek karena asal ngmg dan udah empet tanya. 

Ditambah membawa botol air minum yang besar jadi beban buat kami sampai kami bergantian membopongnya. Hingga akhirnya dua orang keturunan india menjadi penyelamat kami karena dengan insiatif dan keramahan mereka membuka gmap mereka dan ketahuan lah dimana hotel kita yang sebenarnya sudah kita lalui sedari tadi. Ya ampun. 

Apa yang saya lakukan saat terlihat ada tulisan 7 Wonders, nama hotel kami terpampang nyata, mungkin seperti musafir yang akhirnya menemukan oasis kali ya. Saya peluk itu tiang di depan hotel menempel khusyuk. Tak ada perseteruan lagi yang ada tangis bahagia (lebai amet yak). 

Semalaman kita pun membahas bagaimana kok kita bisa nyasar ke sana ke sini. Tapi yang ada bukan penyesalan cuma diketawain aja wkwkw...Sampai kaki saya sudah tak tahu lagi rasanya apa, dan sampailah pagi itu saya ditelp kantor lusa saya harus pergi ke Banjarmasin. Whats!!! dan itu flight pagi. 'Sedih' mungkin jadi nama tengah saya saat itu. 

Besoknya kami pulang setelah terlebih dahulu makan dulu di KFC dan teman saya membeli lego di salah satu mal. Sekian perjalanan keriweuhan kami. Semoga bagi pembaca tidak mengalami kelilnglungan seperti kami yang menyedihkan ini. Videonya bisa dilihat di sini.   


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun