Matahari sudah meninggi tapi di hotel kami cahaya padam, Ya, di Paniai, Papua, setiap pagi mati listrik. Jangan sedih bukan cuma listrik tapi air hingga memaksa saya tidak mandi.
Makin menyedihkan saya harus menampung tetesan air di gayung yang berjam-jam baru penuh lalu dipindahkan ke ember. Begitu kegiatan saya setiap hari di hotel.
Pagi ini setelah saya wangi tanpa mandi, saya kembali bertemu dengan teman tentara saya lagi, sembari menunggu yang lain bersiap untuk ekspedisi dan survei untuk membangun Papua, dia kembali membuat saya masuk lagi ke dalam cerita kelam para prajurit.
Kali ini bukan tentang dia, tetapi tentang penyerangan oleh KKB ke prajurit lain. Cerita ini menjadi penting, sebab tempat penyerangan itu adalah danau yang akan kita lewati.
Dalam ceritanya, lagi-lagi KKB melakukan hal tak terpuji menembaki dan menyandera para prajurit. Peristiwa ini sempat saya tulis juga beberapa waktu lalu, hingga akhirnya prajurit yang disandera itu disiksa dan meninggal dunia.
Tapi dari rombongan tersebut ternyata ada 2 sampai 3 orang personel tersisa yang lolos dari penyergapan KKB. Mereka lolos karena melarikan diri dengan berenang ke danau. Karena si KKB terus patroli mencari mereka yang kabur maka para prajurit terpaksa terus berada di dalam danau. Jika KKB lewat mereka menyelam dan hal itu terus berulang. Hanya saat malam hari saja mereka berani keluar dari danau.
Hingga salah satu di antara mereka menyerah dan tewas. Personel TNI lainnya pun berusaha mencari mereka yang hilang, hingga sempat berpikir semua benar-benar telah tewas.
Takdir memihak mereka, prajurit yang bertahan hidup di dalam air akhirnya ditemukan dalam kondisi kepayahan namun selamat. Cerita ini kembali membuat saya menganga dan tak berkedip, tapi belum masih sadar kalau akan ada bahaya yang hampir sama menanti.
Oh ya, asal tahu saja teman saya ini adalah salah satu pencerita ulung. Setiap cerita yang dia kisahkan seolah menyeret saya masuk ke dalam petualangan yang menegangkan. Saya selalu suka saat dia bercerita.
Ok, saya pulang di hari kedua ekspedisi. Saya pulang terlebih dahulu karena panggilan si bos dan AE yang heboh ditinggal saya. Panggilan ini sebenarnya berkah karena saya lolos dari bahaya.
Dia yang ikut ekspedisi tapi pulang duluan panik, menanyakan apa saya sudah di Jakarta apa belum. Pasalnya ada penyerangan terhadap tim ekspedisi saya.
Syok dan panik. Adrenalin saya sebagai seorang pencari berita sekaligus sahabat tim ekspedisi bercampur jadi satu. Saya telepon satu per satu teman saya. Namun kompak bilang baik-baik saja. Saya kesal bukan kepalang karena bekal cerita dari Papua cukup membuat saya tahu dan meraba situasi yang terjadi.
Aksi tutup mulut ini berlangsung hampir sebulan, hingga akhirnya pencerahan datang saat teman tentara saya menelpon dan mulai blak-blakan soal yang terjadi.... apa itu? tungguin lagi yak kelanjutannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H