Mohon tunggu...
Mustofa B. Nahrawardaya
Mustofa B. Nahrawardaya Mohon Tunggu... profesional -

Saya Pendatang Baru di Kompasiana\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Allah Dzat yang Maha Penyayang

26 Juni 2015   16:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:46 1446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SIANG itu, hari ke-5 Ramadhan tahun 2015. Setelah ngantar isteri, dan ada rapat sebentar di kantor, saya langsung tancap gas menuju rumah karena ada jadwal ngisi ceramah Ramadhan malam harinya. Karena biasanya macet, maka saya mencoba pulang lebih awal. Tanpa diduga, sejak memasuki tol, rasa kantuk ternyata terus menyerang. Bisa jadi karena semalam banyak kegiatan Ramadhan hingga sahur. Boleh percaya boleh tidak, saya beberapa kali terlelap, beberapa kali terbangun selama berada di dalam mobil. Peristiwa mengerikan itu pun terjadilah.

 

 

****

SELAIN sebuah sepeda motor, kami hanya punya satu mobil tua. Buatan Eropa, tahun 2003. Saya pakai mobil itu untuk menopang pekerjaan sehari-hari. Terkadang nyopir sendiri, namun isteri lebih banyak jadi sopirnya. Hehehe. Terkait mobil itu, beberapa kali saya sendiri mengeluh kepada isteri, karena mungkin dimakan usia, di mobil saya itu sering ada suara yang sangat berisik jika dipakai ngebut di jalan. Apalagi, jika dikendarai di jalan tidak beraspal, suara aneh sering terdengar dari berbagai sisi. Mulai kaca belakang yang tidak rapat lagi, power window yang tidak lagi berfungsi normal, hingga central lock yang kadang macet. Seperti bekerjasama, mereka kadang menghasilkan irama yang sangat mengganggu. Belum lagi mesin yang tidak lagi muda, kadang bikin jengkel di tengah kemacetan. Ada saja masalah.

 

Suatu hari, kami kepikiran akan membeli mobil baru, dengan menukar mobil kami dengan merek sama namun tahun yang lebih baru. Akan tetapi dengan berbagai pertimbangan, rencana itu batal. Pasalnya, beberapa kawan memberi masukan bahwa mobil kami jika diservis total dan diganti beberapa spare part nya, maka kenyamanannya tidak akan kalah dari mobil Jepang. Ciri mobil Eropa itu halus dan nyaman. Kata teman-teman.

 

“Mobil bapak ini bagus kok. Coba dimasukkan bengkel besar. Minta ganti kaki-kaki dan perbaikan kabel jaringan elektriknya. Kalau mau nyaman, velg dan ban diganti baru,” ujar seorang kawan yang bisa ‘main’ mobil Eropa.

 

Saya dan isteri pun sempat berhitung. Jika beli baru, mobil merek ini, harganya ternyata masih di atas Rp. 200 jutaan. Kalau mobil lama dijual, paling hanya laku Rp. 70 jutaan. Maka jika akan ganti mobil dengan tukar tambah, jelas nambahnya terlalu banyak. Sementara, saya mencoba ke toko spare part untuk konsultasi perbaikan. Itung punya hitung, perbaikan di bengkel ternyata lebih ringan dan terjangkau dibanding beli mobil baru. Yasudah, mobil saya bawa ke bengkel saja.

Singkat cerita, suatu hari, mobil pun sudah nongkrong di bengkel. Sehari di bengkel, sehari saya pakai. Sehari di bengkel, sehari saya pakai. Begitulah karena resiko punya satu mobil. Hasil dari kesibukan di bengkel, tumpukan rongsokan pun mulai menggunung di gudang. Maklum, saya selalu membawa pulang spare part bekas dari bengkel. Dengan harapan, nanti kalau suatu saat mobil saya jual, maka saya punya bukti fisik semua pergantian spare part-nya. Shock Breaker, inner joint, laher, radiator, penutup busi, laher tensioner, fan belt, timming belt, kipas radiator, alarm, central lock, power window, saringan AC, ampe kabel-kabel memenuhi gudang rumah. Semuanya baru. Bahkan jok sofa mobil pun semua baru. AC pun diperbaiki. Untuk menambah kenyamanan, kompresor nya diganti baru. Bahkan, untuk menambah kenyamanan saat ngaspal, semua velg asli yang sudah bonyok sana-sini pun saya ganti bersama bannya sekalian. Semua baru dan punya merk terbaik. Untuk kepuasan perjalanan malam, lampu depan saya ganti dengan HID. Sorotan kedua lampu utama, kini menjadi putih kebiruan.

Sekeluar dari bengkel, saya suruh coba staf kantor untuk mencoba. Jika masih ada kekurangan, maka saya sarankan untuk disempurnakan. Kata staf, mobil sangat nyaman. Cocok untuk pekerjaan saya yang banyak di jalan. Namun ada usulan, agar mengganti sound system yang asli, diganti merk baru yang lebih dikenal. Hari lain, mobilpun sudah nongkrong di Senen, dimana di sana tempat penjualan dan bengkel spare part terkenal. Setelah dioprek seharian, sound system kini menjadi baru. Suaranya cukup bagus bahkan bass-nya benar-benar mak nyuss. Meski dipasang sound system portable, namun suaranya tidak kalah dengan yang lain. Ini Jerman punya. Tape-nya pun diganti yang bukan China punya. Pokoknya untuk urusan ini, saya puas.

Karena peralatan elektronik mulai berat, apalagi saya suka mencharger banyak gadget di perjalanan, maka ada satu lagi yang perlu diganti. Yakni accu. Jika semula accu masih menggunakan accu biasa (accu basah), maka kini mobil sudah saya manjakan dengan accu kering. Memang harganya agak mahal. Tetapi amphere nya dinaikkan dan benar-benar berfungsi baik. Jika semula accu basah suka ngadat atau mbrebet jika di-starter, maka kini starter menjadi lebih mudah. Pokoknya Greng!

Selama ini memang mobil kami lebih sering disopiri isteri. Saya lebih sering di sebelah kiri sambil mengerjalan tugas di laptop. Selain saya tidak begitu hafal jalan, isteri lebih jago memegang kemudi. Maklum, isteri saya kelahiran Jakarta. Di tengah jalan, kadang saya tertidur, dan tahu-tahu sudah di garasi kantor. Kini, setelah diservis total, dan pergantian spare part begitu banyak, saya benar-benar menjadi tidak terganggu lagi dengan suara berisik, seperti halnya sebelum dari bengkel.

Nah, sejak dari bengkel, selain disopiri isteri, saya juga sering disopiri staf kantor. Namun kadang juga saya nyetir sendiri untuk ke masjid sekedar subuhan, atau ke mini market terdekat untuk keperluan tertentu. Jika tidak ada isteri, saya juga sering ke kantor sendirian. Kini setelah mobil banyak makan spare part baru dari bengkel, mobil tua yang dulunya saya bilang berisik, kini benar-benar nyaman. Halus, gembledhes, bahkan peredam suaranya pun bekerja dengan baik. Kalau di jalan tol, suara ban pun nyaris tidak terdengar. Lembut.

Nah, kembali ke awal, ketika hari ke-5 Ramadhan, saya kebetulan sedang nyetir sendirian dari Jakarta menuju ke Bintaro karena ada jadwal ceramah di Masjid Raya Emerald. Hari itu, saya memang ke Menteng dulu karena ada urusan meeting pagi. Namun siang sesudah dhuhur, saya harus ke Bintaro lagi. Seperti biasa, saat pulang selalu menemui jalan yang macet mulai dari Thamrin, Sudirman, hingga fly over Antasari. Di tengah kemacetan itulah, saya berkali-kali diserang kantuk. Maklum, hanya dari Menteng Jakarta, hingga keluar Fly Over Antasari di Cilandak, ditempuh hampir 2 jam. Ada kejenuhan. Sekali-sekali ngantuk saya pikir tidak mengapa. Anehnya, sesampainya di seberang Citos, tiba-tiba jalanan sepi hingga masuk tol.

Sambil menikmati sepinya jalan, saya berkali-kal berpikir, kenapa mobil yang dulunya berisik, ini sekarang bisa lembut sekali seperti ini. Saya menikmatinya. Nyaris seperti mengendarai mobil baru. Maka dari itu, meskipun tadinya macet, di dalam mobil terasa enak. Hanya saja yang tidak bisa dihindari ya tadi itu: mencegah rasa kantuknya. Termasuk kantuk saat memasuki pintu tol. Beberapa kali serangan kantuk tiba-tiba datang, beberapa kali pula saya ingin berhenti sekedar istirahat di pinggir jalan tol. Sayangnya, di sepanjang tol ke Arah Bintaro, tidak ada tempat rest area. Maka dari itu, niat sekedar melepas lelah beberapa menit pun saya urungkan.

Perjalanan pun saya lanjutkan. Sambil mendengarkan lagu-lagi mas Derry Sulaiman, saya tancap gas. Entah beberapa menit setelah masuk pintu tol, saya tiba-tiba seperti terbangun. Saya sempat tidak ingat sedang dimana. Saya tiba-tiba melihat sebuah mobil coklat metalik di depan hidung mobil saya. Jaraknya sangat dekat. Spontan, saya injak salahsatu pedal pakai kaki kanan sambil bertakbir. Mobil kami matic, hanya ada dua pedal. Rem dan gas. Entah pedal mana yang terinjak, tapi mobil saya oleng ke kanan dengan suara derit ban yang sangat kencang. Beberapa mobil di belakang tampak panik dan melakukan rem mendadak menghindari mobil saya yang terbanting ke sisi kanan. Kejadian ini cepat sekali. Dua mobil di sebelah kiri belakang saya juga berhenti. Sebuah mobil yang hanya sekitar satu meter di depan hidung mobil saya tadi, tampaknya langsung meminggirkan mobilnya dan entah berteriak apa ke saya yang sedang seperti bangun tidur di depan kemudi. Dari dalam mobil, saya hanya bisa melihat pemilik mobil itu keluar dan meneriakkan sesuatu sambil menunjuk-nunjuk ke mobil saya. Saya memaklumi karena mobil orang itulah yang nyaris saya tabrak hari itu.

Secepat kilat, saya berhenti di sisi kanan dalam kondisi posisi miring mobil, tidak berada di jalur tengah. Tapi di antara jalur tengah dan kanan. Persis di film, semua pengemudi pada memelototi saya dengan pandangan tidak percaya bahwa saya selamat dan tidak menabrak mobil di depan saya yang jaraknya hanya satuan meter sebelum mobil saya oleng. Saya tidak tahu sedahsyat apa saat mobil oleng, namun semua barang di jok dan dashboard, semua berantakan. Allahu Akbar. Allah SWT sungguh benar-benar membuktikan sebagai Dzat Maha Penyayang hari itu, karena masih memberi umur tambahan pada saya. Memang ada satu kekhilafan yang saya tidak lakukan hari itu. Yakni, saya tidak melakukan doa perjalanan yang biasanya saya ucapkan sebelum mobil berjalan.

Saya pun akhirnya berkali-kali istighfar, sekaligus bersyukur karena hari itu nyaris menjadi hari yang membahayakan banyak orang. Bahkan, hari itu, nyawa saya mungkin tidak tertolong jika mobil saya tidak oleng ke kanan. Yang lebih tepat, saya mungkin tidak selamat andai tidak ada sentuhan “tangan” Allah SWT.

Saat itu, saya hanya berani melihat reaksi pengemudi lain, dari dalam mobil. Saya tidak berani keluar, tangan masih gemetar. Saya mencoba meminggirkan mobil dan hidupkan lampu hazard. Yang teringat saat itu hanyalah Allah, wajah isteri, dan ibu mertua yang ada di rumah. Untungnya isteri dan Ibu tidak ada di mobil itu. Maklum saya belum pernah mengalami kejadian seperti ini. Beberapa menit setelah duduk, saya baru mencoba berani melanjutkan perjalanan, meskipun untuk memegang stir, terasa ngilu. Trauma. Ada rasa takut sesaat, untuk menyentuh panel-panel di kabin. Alhamdulillah, trauma ini mulai hilang. Sungguh ini keajaiban. Ya Allah, semoga Engkau ampuni semua salah dan dosaku. Engkau sungguh pemberi Rahmat. Pemberi umur makhluk-Nya, sesuai keinginan-Mu.#

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun