Mohon tunggu...
mustika utami
mustika utami Mohon Tunggu... -

lets write anything that you want and like that~

Selanjutnya

Tutup

Politik

Alasan Mengapa Golput?

4 Juni 2014   05:50 Diperbarui: 4 April 2017   18:16 7803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai negara demokrasi, Indonesia menyediakan ruang gerak seluas-luasnya bagi publik untuk bersuara dan berpendapat dengan tidak melepaskan diri dari aturan yang berlaku (konteks pasal 28E ayat 3 UUD 1945). Pun dengan Pemilihan umum (pemilu). Sebagai salah satu pilar negara demokrasi, pemilu sudah sejak lama berjalan di negara kita. Di setiap momen pemilihan calon kepala daerah (pilkada) atau pemilihan presiden (pilpres), pemilu dijalankan oleh masyarakat penuh antusias. Masa kampanye menandai dimulainya pesta demokrasi terbesar di seluruh pelosok negeri.

Namun didalam pemilu tidak luput dari masalah golput. Golonganputih atau golput adalah istilah yang populer dikampanyekan pada saat pemerintahan Orde Baru. Semakin tahun, golput menjadi pilihan beberapa kalangan. Presentase golput pun semakin meningkat setiap tahunnya. Angka golput di Indonesia justru bertambah dua kali lipat dalam pemilu legislatif dan pemilu presiden pada tahun 2004, yaitu 23% dan 21%. Angka ini terus naik di dalam pemilu legislatif dan pemilu presiden pada 2009, yaitu 29% dan 29,1%. Bahkan hal ini terjadi juga dalam pilkada.Angka golput juga tidak menurun dalam beberapa pemilihan umum kepala daerah yang terjadi di dalam tiga tahun terakhir. Banyak pihak yang menyatakan peningkatan angka golput dari tahun ke tahun disebabkan kualitas partai dan calon legislator atau calon presiden yang tidak baik.

Banyak alasan yang terungkap dibalik banyaknya kalangan yang lebih memilih golput. Tidak adanya kepercayaan rakyat kepada elite politik dan para pemimpin, baik di eksekutif maupun legislatif, akan mendorong masyarakat apriori, termasuk dalam menghadapi Pemilu dan Pilpres 2014. Rakyat diprediksi banyak yang tidak akan menggunakan hak pilihnya alias golput, bahkan bisa jadi golput akan menang. Jika dibandingkan dengan pemilu legislatif 2009, maka tingkat partisipasi masyarakat terhadap gelaran politik 5 tahunan ini meningkat. Tercatat bahwa angka golput pada Pileg 2009 mencapai 29,01 persen dengan tingkat partisipasi 70,99 persen.
Namun, angka itu jauh dari partisipasi masyarakat pada waktu Pemilu 1999 dan 2004. Dari penelusuran detikcom, tercatat angka partisipasi masyarakat sebesar 93,30 persen dengan angka golput 6,70 persen pada Pemilu 1999. Sementara itu, pada Pemilu 2004 tingkat partisipasi sebesar 84,07 persen dengan angka golput mencapai 15,93 persen.

Selain itu alasan lain mengapa terjadi golput adalah terhadap masalah-masalah elite politik. “Kepercayaan rakyat terhadap elite politik hampir mencapai titik nadir. Ini karena para pemimpin tidak lagi berpihak kepada rakyat. Akibatnya, rakyat apriori. Golput akan meningkat, bahkan bisa jadi menjadi pemenang pada 2014, baik dalam pemilu legislatif maupun pemilu presiden,” ungkap pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI), Jakarta, Arbi Sanit. Selain itu, bicara mengenai golput menurut andrinof, bisa dibilang merupakan cerminan masyarakat yang masih cuek dalam hal partisipasi demokrasi. Kesadaran politik masih belum mendalam sehingga politik dianggap lebih pada sebuah acara ramai-ramai belaka. "Belum sampai pada kesadaran bahwa pemilu adalah kesempatan di mana masyarakat sama-sama menentukan arah kebijakan," kata dia.Dinegara demokrasi seperti ini hak suara masyarakat memang sangat dibutuhkan. Karena segala sesuatunya akan sangat berpengaruh untuk kemajuan negara ini untuk kedepannya. Namun memang masih banyak yang tidak memperdulikan hal tersebut dikarenakan harapan yang mereka tekankan pada para calon pemimpin tidak terealisasikan dengan baik. Masyarakat merasa pilihan mereka selama ini tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap kehidupan mereka.

Alasan lain mengapa orang lebih memilih golput diungkapkan juga oleh salah seorang mahasiswi komunikasi Syifa khairani “ Mereka lebih memilih untuk golput karena kekecewaan mereka terhadap janji-janji palsu yang dijanjikan oleh para pemimpin pada saat kampanye. Mereka merasa dibodohi karena pilihannya selama ini hanya sebuah formalitas saja. Hak suara masyarakat tidak benar-benar dihargai. Karena itu banyak kalangan lebih memilih golput karena memilih atau tidak tidak berpengaruh bagi mereka” ungkapnya. Alasan lain pun diungkapkan oleh utut wulandari mahasiswi administrasi negara “ Alasan masyarakat golput karena mereka sendiri tidak benar-benar mengenali calonnya, mereka kurang pengetahuan tentang bagaimana sistem dan profil para calon pemimpinnya. Mereka juga sudah tidak percaya lagi karena banyaknya kebohongan didalam kampanye yang mereka lakukan. Mereka hanya seolah melakukan pencitraan saja tidak benar-benar bertindak untuk memajukan bangsa ini” ungkapnya.

Banyak yang melakukan golput juga karena masyarakat merasa bahwa ini adalah negara demokrasi yang bebas memilih. Mungkin banyak padangan terhadap pemilu. Sebagian masih peduli untuk memilih karena masih punya harapan besar terhadap calon pemimpin namun sebagian kalangan lebih memilih golput karena merasa pilihan mereka memang tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap bangsa ini. Untuk para calon pemimpin, mungkin mereka harus lebih berusaha meyakinkan masyarakat dengan mewujudkan segala janji-janji mereka yang dilakukan saat kampanye untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat kembali. Karena sesungguhnya hak suara rakyat bangsa ini sangat menentukan bagaimana negara ini akan terbentuk kedepannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun