Mohon tunggu...
Mustika Rahayu Pangastuti
Mustika Rahayu Pangastuti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Trenggalek

404 error', happiness not found;

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pentigraf "Bangkit dari Masa Lalu"

18 Mei 2022   10:56 Diperbarui: 18 Mei 2022   11:23 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Nama                           : Mustika Rahayu Pangastuti

NPM                             : 2088201004

Prodi / Semester     : PBSI / 4

Mata Kuliah              : Apresiasi dan Kajian Prosa Fiksi

Bangkit dari Masa Lalu

 "Ayah, kemana bu?" Lagi-lagi pertanyaan ini muncul dari mulut anakku. Bingung harus kujawab apa, namun yang pasti aku hanya bisa membalas pertanyaan itu dengan senyuman yang amat sangat lembut. Anakku sekarang sudah menginjak usia 7 tahun, dimana tahun ini adalah tahun ke 7 saat suamiku meninggalkan aku dan seorang putra satu-satunya ini. Sempat sesekali teringat masa dimana aku bertemu dengan suamiku dulu, ketika pertama kali kita bertemu di toko bunga. Saat itu aku masih berumur 19 tahun dan suamiku berumur  sekitar 23 tahun. Tersenyum akan kenangan masa lalu. Saat ini hanya bisa menatap bingkai foto yang kutaruh dimeja dekat jendela ruang tamu. "Sekarang hanya aku seorang diri yang merawat dan membesarkan putra kita."

"IBUUUUU......" Terkejut mendengar suara lantang yang berasal dari teras rumah. Ternyata benar, siapa lagi kalau bukan anakku. Memang sudah menjadi hal yang biasa, saat anakku berteriak seperti ini. Penyebabnya apalagi kalau bukan karena anak-anak tetangga itu. Mereka selalu mengusik anakku yang bermain sendirian diteras rumah. Sudah beberapa kali aku menegur mereka agar tidak mengganggu anakku. Tapi tetap saja, tak ada perubahan yang muncul dari sikap mereka saat bertemu anakku. Aku hanya bisa mengangkat perlahan tubuh anakku dan kubawa masuk kedalam rumah agar merasa tenang.

Dulu sempat terbesit didalam pikiran untuk mengakhiri hidup, saat tahu bahwa anak yang ku kandung tidak terlahir seperti anak-anak normal pada umunya. Saat itu masih ada suamiku yang meyakinkan dan menguatkan agar aku bangkit dari keterpurukan yang ku alami. Menginjak usia 8 bulan kelahiran putra kita. Aku sudah diuji kembali dengan kehilangan sosokmu. Sosok penguat yang selama ini masih setia menemani walau aku berada diposisi terbawah dalam menjalani hidup yang kurasakan saat itu. Aku tak bisa terus menerus terlalut dalam kesedihan. Lambat laun aku sudah menerima takdir yang diberikan Tuhan kepadaku.

           

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun