Mohon tunggu...
Mustika Anggraini
Mustika Anggraini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menjadi manusia berguna bagi sesama

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dilema Poligami: Memahami Ayat Al-Quran di Zaman Kontemporer

28 Mei 2024   06:40 Diperbarui: 29 Mei 2024   15:51 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

2. Menerapkan Prinsip pada Konteks Kontemporer

   Langkah kedua adalah menerapkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam ayat tersebut pada konteks kontemporer. Rahman menekankan bahwa prinsip keadilan harus tetap menjadi tolok ukur utama. Dalam konteks modern, di mana konsep keadilan telah berkembang untuk mencakup kesetaraan gender dan hak-hak individu, poligami harus dievaluasi berdasarkan apakah keadilan yang sejati dapat ditegakkan.

Dalam tafsir kontemporer, banyak cendekiawan berpendapat bahwa dalam konteks modern, sulit untuk memastikan bahwa poligami dapat dilakukan dengan keadilan yang sempurna sebagaimana yang dituntut oleh Al-Quran. Keadilan dalam konteks ini tidak hanya mencakup aspek material, tetapi juga emosional dan psikologis. Oleh karena itu, jika keadilan tidak dapat dicapai, maka monogami lebih disarankan.

Poligami sering dipandang sebagai praktik yang menguntungkan laki-laki dan merugikan perempuan, menciptakan ketidakseimbangan kekuasaan dalam hubungan perkawinan. Aktivis hak perempuan menentang poligami karena dianggap menghambat kemajuan menuju kesetaraan gender. Mereka berargumen bahwa poligami memperkuat dominasi laki-laki dan menciptakan ketidakseimbangan kekuasaan dalam rumah tangga.

Poligami memiliki dampak psikologis yang signifikan pada perempuan dan anak-anak. Perempuan dalam perkawinan poligami sering kali mengalami stres, kecemburuan, dan perasaan tidak aman. Anak-anak dari keluarga poligami mungkin menghadapi konflik dan ketegangan yang dapat berdampak negatif pada perkembangan mereka. Penelitian menunjukkan bahwa keluarga poligami cenderung memiliki dinamika yang lebih rumit dan masalah interpersonal yang lebih banyak dibandingkan dengan keluarga monogami.

Beberapa negara Muslim telah memperketat aturan mengenai poligami. Misalnya, di Indonesia, seorang laki-laki yang ingin berpoligami harus mendapatkan persetujuan dari istri pertama dan pengadilan. Di beberapa negara lain, seperti Tunisia dan Turki, poligami telah dilarang sepenuhnya. Undang-undang ini mencerminkan upaya untuk menegakkan prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan dalam perkawinan.

Kesimpulan

Poligami tetap menjadi topik yang kompleks dan kontroversial di zaman modern. Pendekatan kontemporer, seperti teori "Double Movement" Fazlur Rahman, memberikan kerangka kerja untuk memahami dan mengkontekstualisasikan ayat-ayat Al-Quran dalam situasi saat ini. Dalam konteks modern, di mana kesetaraan gender dan hak-hak individu menjadi perhatian utama, praktik poligami harus dievaluasi dengan hati-hati untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip keadilan dan kesejahteraan semua pihak yang terlibat dapat ditegakkan. Tafsir kontemporer ini menunjukkan bahwa prinsip-prinsip Islam tetap relevan dan dapat diterapkan dalam berbagai konteks sepanjang masa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun