Poligami menjadi topik yang memunculkan banyak perdebatan, baik yang mendukung maupun menentang dalam melihatnya sebagai syariat dan menjadikannya dasar hukum sebagai sunah seperti yang tertulis dalam ayat-ayat Al-Qur'an. Dari perdebatan ini, berbagai corak penafsiran muncul, menghasilkan pemikiran yang berbeda-beda tentang poligami. Ada yang menganggap poligami sebagai sebuah anjuran, sementara yang lain memperbolehkannya asalkan memenuhi syarat tertentu. Adapun ayat yang sering dirujuk dalam Al-Quran mengenai poligami adalah Surah An-Nisa (4:3). Tafsir kontemporer berusaha memahami ayat ini dalam konteks modern dengan mempertimbangkan nilai-nilai kesetaraan dan keadilan yang berkembang saat ini.
Ayat Poligami dalam Al-Quran
Poligami dijelaskan dalam Al-Quran surah An-Nisa (4:3) yang berbunyi:
وَاِ نْ خِفْتُمْ اَ لَّا تُقْسِطُوْا فِى الْيَتٰمٰى فَا نْكِحُوْا مَا طَا بَ لَـكُمْ مِّنَ النِّسَآءِ مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ ۚ فَاِ نْ خِفْتُمْ اَ لَّا تَعْدِلُوْا فَوَا حِدَةً اَوْ مَا مَلَـكَتْ اَيْمَا نُكُمْ ۗ ذٰلِكَ اَدْنٰۤى اَلَّا تَعُوْلُوْا
Artinya: "Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim"(QS. An-Nisa' 4: Ayat 3).
Ayat ini memberikan izin untuk berpoligami dengan syarat keadilan harus ditegakkan. Jika seorang laki-laki takut tidak dapat berlaku adil, maka ia dianjurkan untuk menikahi satu orang saja.
Dalam tafsir tradisional cenderung mengambil ayat ini secara literal, dengan penekanan pada izin yang diberikan oleh Al-Quran untuk memiliki hingga empat istri, asalkan keadilan dapat ditegakkan. Tafsir ini biasanya dilakukan dalam konteks sosial dan budaya di mana poligami merupakan praktik yang umum dan diterima.
Sedangkan cendekiawan kontemporer berusaha memahami ayat ini dalam konteks modern, di mana nilai-nilai kesetaraan gender dan hak asasi manusia menjadi perhatian utama. Salah satu pendekatan yang signifikan dalam tafsir kontemporer adalah teori "Double Movement" yang dikembangkan oleh Fazlur Rahman.
Teori Double Movement Fazlur Rahman
Teori "Double Movement" atau gerakan ganda Fazlur Rahman melibatkan dua langkah utama dalam memahami dan menafsirkan Al-Quran:
1. Memahami Konteks Sejarah
Langkah pertama adalah memahami pesan asli teks Al-Quran dalam konteks sejarah dan sosial di mana ayat tersebut diturunkan. Pada masa pra-Islam, poligami sudah menjadi praktik umum yang sering kali tidak diatur, mengakibatkan ketidakadilan terhadap perempuan. Ayat dalam Surah An-Nisa (4:3) berusaha mengatur praktik ini dengan menekankan pentingnya keadilan.