Mohon tunggu...
Mustiawan
Mustiawan Mohon Tunggu... -

Bendahara PP. Ikatan Pelajar Muhammadiyah | Bendahara PP. Perhimpunan Remaja Masjid Dewan Masjid Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dunia Maya vc Dunia Nyata

26 Maret 2016   13:34 Diperbarui: 26 Maret 2016   13:57 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sosial media itu adalah media yg cukup unik. Ini termasuk arena publik yang tidak melihat status sosial, tdk memiliki nilai (norma) dan tidak salah atau benar.

Setiap pribadi yang menggunakan media sosial akan menjadi hakim dr sebuah isu yang di lempar media tersebut. Setiap pribadi bisa saja mendukung, mengkritik dan bahkan menghujat habis setiap isu yang tidak sejalan dengannya. Sehingga terkadang akan dijumpai banyak komentar yang tidak berbudaya. Jika kita menginginkan kita dihargai, dihormati dan disanjung sepertinya media sosial bukan arena yg tepat.

Keunikan inilah yg menjadi cirikhas bagi sosial media. Masih ingatkan ketika Istri Presiden RI, Ani Yudhoyono mengunggah foto pribadinya di Instagram, fotonya menjadi bulan-bulanan netizen. Komentar manis saling menghiasi dan komentar pedaspun saling bertebaran. Bu Ani tdk sadar dia telah masuk ke arena yang tak benilai (bernorma) dan dia masih membawa status dirinya di dunia nyata sebagai ibu presiden.

Jadi perlu disadari bahwa ketika kita masuk dalam media sosial (dunia maya) jangan berharap anda akan mendapat pengakuan diri seperti di dunia nyata. Anda yang memiliki jabatan dan bergelar ketika masuk kedalam dunia maya bos dan jongos tak ada beda. Munculah kata baper (bawa perasaan) yang menggambar reaksi pengguna media sosial terhadap setiap komentar yang ada didunia maya dan mengakibatkan reaksi itu juga tercerpin dalam dalam dunia nyata.

Haters adalah satu haldari juta efek yang dihasilkan oleh sosial media. Kontrol utama terletak pada pengguna sosial media itu sendiri, apakah pengguna sosial media dapat menggunakan sosial secara bijak. Menurut saya gampang ketika memang tidak sependapat dengan isu yang ada tak perlu di komentari, tak perlu berteman atau tak perlu menjadi bagian dari anggota media tersebut. Jadi terlalu berlebihan kalau ada pemberlakukan peraturan yang membatasi aktifitas di sosial media.

Tidak ada salahnya kita menengok bagaimana pemerintah Cina membatasi media sosial. Cina menyadari bahwa media baru untuk berkomunikasi ini menyebabkan arus informasi bebas, meskipun beberapa negara lain belum memiliki akses internet, program itu dimulai tahun 1998 dengan nama Golden Shield Project. Proyek yang mulai siap di akhir tahun 2003 tersebut sekarang dikenal sebagai Great Firewall China. Sistem sensor website ini telah berkembang dalam segi cakupan dan kekuatannya beberapa tahun belakangan ini. Sistem itu memblokir banyak website populer di dunia, seperti youtube dan facebook.

Keputusan pemeritah dalam memberlakukan pembatasan aktifitas di sosial media terkesan tidak serius (nanggung) dalam membatasi haters. Jika memang tidak ingin ada kometar pedas dari pengguna sosial media, pemeritah dapat melakukan pemblokiran terhadap situs-situs sosial media sehingga tidak ada haters yang bertebaran di Nusantara tercinta ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun