“Hai Gathel!! yok opo kabarmu…. Cuk? Gak onok kabar… sek orep koen? Hahahaha……” (Hai, Gathel!! Bagaimana Kabarmu, Cuk…..? Tidak pernah ada kabar… Masih hidup kamu? Hahahah…..).
Kata Gathel di sini mengadung ekspresi keakraban, sebuah persaudaraan yang penuh cinta, rasa dekat. Sedangkan kata Cuk (Jancuk) dalam percakapan itu mengandung makna rasa senang, rasa rindu, rasa kebahagiaan yang mendalam saat bertemu dengan sahabatnya. Kata Jancuk dan Gathel juga eksis pada saat perang merebut kemerdekaan, kata ini digunakan untuk mengobarkan arek-arek Suroboyo dalam membangkitkan api semangat berjuang merebutkan kemerdekaan, Hal ini bisa kita saksikan pada film perjuangan, Surabaya 10 November 1945, kata Jancuk dijadikan sebuah ungkapan untuk menumpahkan rasa kesal, kecewa ataupun sebagai motivator.
Fungsi keempat adalah fungsi estetika, fungsi yang digunakan untuk menghasilkan karya sastra, terutama dalam puisi dan bentuk karya seni lainnya. Mari kita lihat 'Republik Jancuk' balutan budayawan kenamaan yaitu Sujiwo Tejo, bagaimana dia mengemas kata 'Jancuk' mengandung rasa yang penuh etis, dikemas dengan balutan budaya Suroboyo yang kental, kritis, egaliter dan blak-blakan. Kata Jancuk pun mendapat tempat di hati masyarakat tanpa melihat arti kata konseptual sesungguhnya.
Sumber :
Kisyani. 2004. Bahasa Jawa Di Jawa Timur Bagian Utara dan Blambangan. Jakarta: Pusat Bahasa. Departemen Pendidikan Nasional.
Leech, Geoffrey. 1974. Semantics. Harmondsworth, Middlesex: Penguin
Tri Winiasih. 2010. Pisuhan dalam “Basa Suroboyoan”: Kajian Sosiolinguistik. TESIS pada Program Studi Linguistik Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta:Tidak diterbitkan.
Yunani Prawiranegara. 2004. “Bahasa Egaliter Pojok Kampung” dalam Jawa Pos. Edisi 25 Januari 2004.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H