Mohon tunggu...
Mustiawan
Mustiawan Mohon Tunggu... -

Bendahara PP. Ikatan Pelajar Muhammadiyah | Bendahara PP. Perhimpunan Remaja Masjid Dewan Masjid Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

MITOLOGI GERHANA : MAKNA DIBALIK PESAN

9 Maret 2016   08:36 Diperbarui: 9 Maret 2016   09:03 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gerhana Matahari kembali terjadi setelah 32 tahun yang lalu. Saat ini (9/3/2016) adalah momentum yang sangat berharga bagi setiap insan untuk menjadi saksi fenomena alam yang jarang terjadi. Ritual dan acaranya pun digelar untuk menyambut fenomena langkah ini. Masyarakat berduyun-duyun bersama keluarga untuk menuju tempat-tempat perayaan gerhana, perayaan yang bersifat rohani atau hanya sekedar ingin sekedar berkumpul dengan kerabat untuk menyaksikan feomena yang jarang terjadi.

Gerahana Matahari adalah fenomen alama dimana Bulan, Matahari dan Bumi sejajar dan berada pada garis lurus. Saat itu keberadaan bulan melintas diantara Matahari dan Bumi, untuk beberapa waktu cahaya Matahari ke Bumi akan terhalang bayangan Bulan. Sehingga pada fase gerhana total cahaya mahatari akan terlihat pada pinggiran bulan.

Gerhana matahari diberbagai daerah selalu dikaitkan dengan berbagai mitologi sebagai bentuk kearifan budaya lokal yang sarat akan makna. Hal ini yang selalu menjadi pertanyaan dibenak kita apakah itu hanya sekedar dongengnya nenek moyang kita atau kah ini berangkat dari sebuah cerita nyata yang dulu kalah pernah terjadi. Di era yang cukup maju dan informasi yang cepat ini kita dengan memudah melacak apa saja yang menjadi mitos-mitos di belahan dunia, ternyata tidak hanya untuk masyarakat Indonesia.

Masyarakat Jepang percaya bahwa Gerhana Bumi  adalah sebuah wabah yang sangat berbahaya, Masyarakat Jepang percaya Gerhana Bumi adalah fenomena penebaran racun, matahari yang tertutup dan membuatnya gelap dipercaya sebagai racun yang disebar. Sehingga untuk menghindari racun-rancun tersebut, mereka mempunyai tradisi untuk menutup sumur-sumur dan tempat penyimpanan air mereka. Di cina Gerhana Matahari diyakini sebagai fenomena dimana Seekor Naga sedang melahap Matahari. Masyarakat meyakini dengan melakukan dan  membunyikan suara- suara yang keras-keras seperti petasan, ketongan dan lain-lain dapat mengusir Naga tersebu. Di India masyarakat menyakini saat gerhana matahari  wanita hamil untuk tetap berada dalam rumah agar bayi yang terlahir tidak cacat. Untuk menghidari hal-hal tersebut masyakat percaya dengan puasa dan mandi di sungai-sungai suci dapat menghindari efek negative dari gerhana matahari.

Beberapa mitologi yang diyakini dibeberapa negara memang memiliki kemiripan dengan di Indonesia, karena  kita semua tahu bahwa budaya hindu dan cina telah masuk jauh dulu kala sebelum negara ini merdeka. Di Indonesia khususnya di tanah  Jawa fenomena ini dipercaya karena Betara Kala menelan matahari karena dendamnya pada Dewa Matahari. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya gerhana. Bagi para wanita hamil dan anak kecil dilarang untuk keluar rumah saat terjadi gerhana matahari untuk menghidari murka Betara Kala. Selain itu beberapa pantangan yang masih dipercaya oleh masyarakat yaitu, bagi ibu hamil dilarang menggunkan senjata tajam (pisau, gunting dan jarum) karena dipercaya akan membuat bayi yang lahir akan tidak normal seperti sumbing dan lain sebagainya, hindari makan dan minum selama gerhana matahari langsung dan sebaliknya tidak membuang makanan yang dibuat sebelum gerhana matahari terjadi.

Mitos itu menjadi sebuah pesan-pesan yang cukup kuat dibenak masyarakat berberapa daerah. Pesan ini dibagun bukan hanya tanpa makna, nenek moyang kita sebenarnya mengetahui dampak dari gerhana matahari tetapi tidak memahami mengapa hal itu semua bisa terjadi. Mengapa beberapa mitos melarang untuk keluar rumah? Secara logika kita bisa menjawab hal itu dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mitosi itu melarang untuk keluar rumah, karena pada saat itu masyarakat belum memahami bagaiamana bahayanya gerhana matahari yang lihat dengan mata telanjang, karena mereka belum mengenal kaca mata. Banyak sekali artikel yang menjelaskan bagaimana bahayanya gerhana matahari yang disaksikan dengan mata telanjang, hal tersebut akan berujung kepada kecacatan mata.

Lantas mengapa kita tidak boleh membuang makanan yang dibuat sebelum gerhana matahari?. Fenomena Gerhana Matahari adalah fenomena langkah yang jarang terjadi sehingga moment ini dijadikan oleh sebagian masyarakat untuk berkumpul dengan kerabat, ngobrol dan makan-makan bersama sambil menyaksikan gerhana matahari ditempat terbuka. Ada beberapa fenomena yang sampai ini masih cukup kuat di masyarakat ketika  ada sebuah aktifitas secara masal pasti banyak sampah coba kita tengok bagaimana setelah ada konser, shola ied/jumatan dan lain-lain pasti banyak sekali sampah yang tertinggal. Ini membuktikan bahwa prilaku kita dari dulu memang belum berubah. Mitos ini hadir untuk mengikis prilaku saat kita berada dalam situasi bersama-bersama dalam kerumunan orang banyak.

Keterbatasan sumber informasi saat itu membuat masyarakat sangat patuh dengan informasi yang diberikan oleh seseorang yang dianggap berpengaruh (orang yang dituakan, pemuka daerah, atau kepala suku) sehingga informasi ditelan mentah-mentah. Proses penyampain pesan dengan proses ditakut-takuti memang dahulu cukup  efektif terlebih dikait dengan  objek yang dekat dengan kita seperti anak, tubuh kita, orang tua dan lain-lain yang berhubungan dengan kecintaan dan emosial. Sehingga tidak jarang mitos-mitos yang berkembang selalu mengkaitkan diri kita orang objek yang kita sayangi.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun