Kata Akhir
Idealnya, masyarakat mestinya memiliki daya tawar untuk mempertahankan model pendidikan yang selama ini dimilikinya. Mestinya model pendidikan yang ada harus dapat mendukung bagi pelestarian beragam pengetahuan lokal yang dimiliki setiap masyarakat (yang dalam konteks Indonesia sangatlah kaya dan plural). Tentu juga kita tak dapat melupakan kewajiban dasar negara untuk menyediakan pendidikan bagi setiap warga negara, termasuk memberi dukungan pembiayaan. Namun, sekali lagi, penting dicatat bahwa kewajiban negara ini bukan kemudian berarti bahwa negara dapat sewenang-wenang merampas hak otonomi masyarakat dalam mendefinisikan kebutuhan mereka akan pendidikan.
Di sini kita berhadapan dengan dua fakta yang cukup pahit. Pertama, negara seringkali tak punya kedaulatan yang cukup untuk menjaga kewajiban moralnya melindungi kepentingan masyarakat dan justru sering tunduk pada kepentingan eksternal (pemilik modal, aktor global). Kedua, masyarakat sendiri seperti tampak dapat ditundukkan oleh negara yang telah ditunggangi kepentingan eksternal tersebut dan gagal untuk mempertahankan suaranya sendiri.
Kurang lebih, situasi semacam inilah yang menjadi pekerjaan rumah kita bersama yang menunggu untuk diselesaikan.
Daftar Bacaan
Aditjondro, George Junus, 2003, Korban-Korban Pembangunan: Tilikan terhadap Beberapa Kasus Perusakan Lingkungan di Tanah Air, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Baswedan, Anies, 2010, "Guru sebagai Garda Depan Indonesia", Jawa Pos, 26 Juli 2010.
Darmaningtyas, 2008, Utang dan Korupsi Racun Pendidikan, Pustaka Yashiba.
Darmaningtyas, 2010, "Kasta dan ISO di Sekolah", Kompas, 2 Juni 2010.
Illich, Ivan, 2000, Bebaskan Masyarakat dari Belenggu Sekolah, terj. A. Sonny Keraf, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Magnis-Suseno, Franz, 1994, Etika Politik: Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern,Cetakan IV, Jakarta: Gramedia.