Mohon tunggu...
Musthofaemet 3103
Musthofaemet 3103 Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa airlangga

.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

krisis iklim dan Jakarta: menghadapi naiknya permukaan air laut

22 Desember 2024   06:00 Diperbarui: 21 Desember 2024   22:08 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://pin.it/2PXqJeWIm

Jakarta, sebagai ibu kota Indonesia, memiliki posisi geografis yang sangat strategis namun juga rentan terhadap dampak krisis iklim. Karena terletak di dataran rendah dengan ketinggian rata-rata hanya sekitar 7 meter di atas permukaan laut, hampir 20% wilayah Jakarta terancam banjir. Kota ini berbatasan langsung dengan Laut Jawa di bagian utara, membuatnya sangat rentan terhadap banjir rob dan intrusi air laut, terutama selama musim hujan. Dibandingkan dengan wilayah sekitarnya, sebagian besar wilayah Jakarta memiliki tanah yang lebih rendah, sehingga genangan air menjadi masalah besar ketika hujan lebat atau pasang air laut. Selain itu, penurunan tanah yang disebabkan oleh ekstraksi air tanah juga memperburuk keadaan, membuat banyak wilayah di Jakarta menjadi lebih mudah terendam. Dengan demikian, penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk mengambil tindakan mitigasi dan adaptasi untuk menghadapi masalah yang ditimbulkan oleh naiknya permukaan air laut dan perubahan iklim.

Dunia saat ini dilanda krisis iklim, yang juga berdampak besar bagi kota Jakarta, terutama karena kenaikan permukaan air laut. Permukaan air laut Jakarta telah meningkat sekitar tiga meter dalam tiga puluh tahun terakhir, memperburuk kondisi kota yang sudah rentan terhadap banjir. Ratarata kenaikan permukaan air laut Indonesia adalah 4-6 milimeter per tahun, menurut beberapa sumber. Namun, penurunan muka tanah yang cepat di Jakarta mencapai 17 cm per tahun, hal ini membuat kota ini menjadi salah satu yang paling terancam tenggelam di dunia. Beberapa penyebab utama dari masalah ini antara lain pengambilan air tanah yang berlebihan, pembangunan infrastruktur yang masif, dan sistem drainase yang kurang memadai. Selain pengambilan air tanah yang berlebihan, pembangunan gedung tinggi dan jalan raya menambah tekanan pada tanah. Kondisi ini memperparah risiko banjir rob yang sering terjadi di Jakarta. Dengan posisi geografisnya yang rendah dan ketergantungan pada pengambilan air tanah yang berlebihan, Jakarta menjadi salah satu kota paling rentan terhadap ancaman tenggelam. Penurunan muka tanah yang drastis ini ditambah dengan kenaikan permukaan air laut menciptakan ancaman serius bagi kehidupan masyarakat dan infrastruktur kota. Diperkirakan bahwa pada tahun 2050, sekitar 160,4 km dari wilayah Jakarta akan terendam air.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun