"Pengennya pulang tepat waktu jam 17.00, tapi kalo dicap malas oleh atasan gimana?".
Kita berupaya untuk terus kerja dan menjadi lebih produktif, hingga merasa bersalah jika mengambil waktu istirahat.
Hustle culture adalah sebuah fenomena yang mendorong individu untuk terus bekerja keras, kadang-kadang melebihi batas keseimbangan hidup, demi mencapai kesuksesan dan produktivitas yang tinggi.Â
Hal ini sering kali dianggap sebagai cara untuk mencapai tujuan, namun juga dapat menyebabkan dampak negatif pada kesehatan mental dan fisik.
Circle Hustle Culture
Berikut adalah beberapa hal yang dapat menjadi indikasi bahwa kita sedang berada di circle hustle culture:
- Ketika kita merasa bahwa orang-orang yang kerja keras tanpa kenal waktu dan istirahat dipuji, sedangkan orang-orang yang memperjuangkan work life balance dianggap kurang rajin.
- Kehilangan hubungan sosial: Ketika kita mengabaikan waktu bersama keluarga, teman, atau aktivitas sosial karena terlalu fokus pada pekerjaan.
- Membanggakan sedikit tidur di malam hari: Ketika kita menganggap kurang tidur (sering lembur) sebagai simbol dedikasi pada pekerjaan.
- Perasaan terjebak: Ketika kita merasa sulit untuk keluar dari lingkaran kerja keras dan terjebak dalam rutinitas tanpa akhir.
- Kehilangan minat pada hal-hal yang disukai: Ketika kita mengorbankan hobi atau minat pribadi karena terlalu sibuk dengan pekerjaan.
- Mengukur kesuksesan dari pandangan orang lain: Ketika kita terlalu bergantung pada persetujuan atau pengakuan dari orang lain untuk merasa sukses.
Bagaimana Sebaiknya?
Bekerja keras demi karier yang lebih baik tentu adalah suatu hal yang patut diperjuangkan. Namun, perlu selalu diingat bahwa karier (pekerjaan) hanyalah satu dari lima bola dalam hidup yang perlu dijaga.
Ketika keempat bola (keluarga, kesehatan, sosial, hidup) lainnya dapat kita jaga dengan baik, tidak mengapa jika kita melentingkan bola karet (pekerjaan) setinggi mungkin.
Namun, jika ada satu atau lebih dari keempat bola tersebut yang hampir terjatuh, maka itulah saatnya untuk sejenak mengabaikan bola karet. Ketika terjatuh, ia akan bangkit lagi. Berbeda dengan bola-bola lainnya, yang apabila terjatuh, tak kan bisa kembali lagi seperti semula.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H