Di jaman serba modern ini, siapa anak muda yang mau jadi petani?.
Saya ingat dulu ketika masih SD, jika ada pertanyaan dari Bu guru, "Anak-anak, apa cita-cita kalian jika sudah besar nanti?"
Maka profesi yang seringkali muncul sebagai jawabannya adalah: "dokter, pilot, presiden, polisi dan artis."
Tidak ada yang menjawab, "Saya mau menjadi petani". Padahal, saya bersekolah di Sleman, dimana masih mudah ditemukan areal persawahan pada masa itu.
Belum lama ini, ketika berkunjung ke rumah saudara saya di Bantul - yang merupakan sentra pertanian, saya menemukan tulisan DIJUAL di atas tanah persawahan.
Saya kemudian berpikir, kalaupun dijual harganya belum tinggi, karena di kiri kanannya masih merupakan areal persawahan.
Sepengetahuan saya, kalaupun tidak dijual, sang penerus (ahli waris) akan menyerahkan pengelolaan sawahnya ke orang lain, biasanya dengan sistem bagi hasil.
Padahal, petani adalah profesi mulia, yang dibutuhkan negeri ini untuk bisa berswasembada pangan. Menjadi petani juga merupakan proses pembentukan karakter, yang dibutuhkan di segala zaman.
Belajar Karakter dari Seorang Petani
Saat ini saya tinggal di Depok dan bekerja di Jakarta. Saya mengamati bahwa banyak anak muda - generasi milenial yang membutuhkan pencerahan seputar self development. Terutama tentang bagaimana mengubah mindset.
Banyak buku, pelatihan, e-book, dan akun sosial media yang mengambil tema seputar hal ini.
Sebagai pekerja kantoran, founder start-up bahkan youtuber, kita sebenarnya bisa belajar banyak tentang mindset dan karakter dari seorang petani.
Berikut adalah 3 Karakter Petani yang tak lekang oleh zaman dan bisa kita teladani:
#1 Petani akan memilih bibit terbaik untuk tanah garapannya.
Seorang petani memiliki harapan besar terhadap sawah garapannya. Dia ingin agar tanamannya tumbuh dengan subur sehingga hasil panennya pun melimpah.
Untuk itu, petani akan memilih bibit terbaik untuk ditanam.
Begitupun dengan kita. Semua hal yang kita konsumsi bagaikan bibit yang ditanam oleh petani.Â
Apa yang kita makan dan minum, memberi gambaran akan jadi seperti apa tubuh kita. Buku apa yang kita baca, akan menjadi gambaran seberapa luas wawasan kita.
Tubuh dan otak kita bagaikan tanah garapan bagi petani. Pilihlah hanya makanan, minuman, dan informasi bermanfaat yang kita konsumsi. Sebagaimana petani yang hanya akan memilih bibit terbaik untuk ladangnya.
#2 Petani tidak menyalahkan padi karena tidak tumbuh cepat sesuai harapan
Pada umumnya, dibutuhkan waktu antara 115 -120 hari bagi padi untuk bisa dipanen.Â
Seorang petani akan senantiasa memantau kondisi tanamannya. Bagaimana jika padi yang ditanam tidak tumbuh sesuai dengan harapan?
Petani akan memeriksa apakah ada gangguan seperti hama atau penyakit, apakah irigasi berjalan dengan baik, ataukah ada banyak rumput liar dan ilalang.
Petani juga akan memberikan pupuk secara berkala sepanjang proses pertumbuhan tanamannya.
Bagaimana dengan kita, jika diri kita tidak bertumbuh atau berprogres sesuai harapan, siapa yang disalahkan?
Acapkali kita merasa tidak kompeten, tidak berbakat, tidak beruntung. Dimana hal itu justru melemahkan semangat kita.
Padahal yang perlu diperhatikan adalah, sudahkah kita berada di lingkungan yang tepat? Sudahkah kita memilih teman seperjuangan (support system) yang mendukung? Sudahkah kita berinvestasi - misal baca buku, ikut pelatihan - kepada diri kita sendiri?
Jangan berputus asa terhadap diri sendiri, sebagaimana petani yang tidak berputus asa pada tanaman yang digarapnya.
#3 Petani paham bahwa ada musim baik dan buruk, yang ada di luar kendali. Mereka bersiap menghadapinya dengan sebaik mungkin.
Musim yang tidak menentu dapat berpengaruh terhadap kualitas dan hasil panen petani. Jika musim kemarau berlangsung lebih lama, tanaman akan kekurangan air dan bisa gagal panen. Sebaliknya, jika musim hujan lebih intens dari biasanya, tanaman dapat terendam air dan terkena penyakit.
Petani paham hal ini, mereka tidak akan bisa mengendalikan cuaca. Sehingga, mereka melakukan berbagai langkah antisipasinya.
Diantaranya dengan menggunakan sistem irigasi spinkler, menerapkan pertanian organik dan menanam tanaman palawija.
Pun demikian dengan kita. Ada banyak hal yang dapat berdampak besar kepada kita namun tanpa bisa kita kendalikan.
Pandemi covid-19, gelombang PHK, resesi ekonomi adalah contohnya.
Sudah sewajarnya agar kita terus waspada, belajar dan tidak hanya menikmati zona nyaman.
Kesimpulan
Jadi, petani sebenarnya mengajarkan banyak hal kepada kita, yang hidup di tengah zaman instan.
Bahwa untuk menggapai impian, dibutuhkan proses panjang yang perlu dilalui dengan dedikasi, kesabaran dan kedisiplinan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI