Sebagian orang memposisikan diri sebagai korban (victim mentality). Mereka menolak untuk bertanggung jawab karena itu bukan kesalahannya.
Itu kesalahan orang lain.
Hal itu memang akan membuat perasaan menjadi lebih baik untuk sementara. Namun, seiring berjalannya waktu, yang muncul hanyalah rasa tak berdaya dan putus asa.
Mereka cenderung bersikap pasif, tidak berinisiatif untuk membuat perubahan.
Mereka nyaman dengan posisinya sebagai korban. Mereka menunggu sang penyelamat - yang entah kapan - akan hadir memberikan jalan keluar dari permasalahan mereka.
Sebuah sikap yang tidak tepat.
Solusi
Sadarilah bahwa kita memang tidak bisa mengendalikan hal-hal apa yang akan terjadi pada hidup kita. Namun kita selalu bisa mengendalikan cara kita menafsirkan segala hal yang menimpa kita, dan cara kita meresponnya.
Dalam contoh di atas, sang wanita mungkin adalah pihak yang patut disalahkan atas apa yang dialami oleh sang lelaki. Namun, dia tidak bertanggung jawab atas apa yang dirasakan oleh sang lelaki. Dia juga tidak bertanggung jawab atas apa yang akan diperbuat oleh sang lelaki.
Si lelaki itulah yang harus bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
Apa yang ia tafsirkan dan apa yang ia lakukan sebagai respons adalah tanggungjawabnya.
Pun demikian juga dengan di kantor.