Mohon tunggu...
Danang Arief
Danang Arief Mohon Tunggu... Psikolog - baca, nulis, gowes adalah vitamin kehidupan

Menekuni bidang pengembangan organisasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Topi Abu-Abu, Sepatu Pantofel, dan Masa Depan Kita

6 Agustus 2022   07:56 Diperbarui: 8 Agustus 2022   09:00 1435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melihat gambar di atas, membawa memori kami sejenak kembali ke masa SMA, tepatnya pada hari senin pagi.

Pagi itu, 10 menit sebelum pukul 07.00 WIB. Aktivitas di ruang kelas kami cukup gaduh dengan beberapa orang teman yang sibuk mencari topi abu-abu.

Topi adalah benda sakral pada saat upacara bendera di sekolah kami. Tidak membawa topi ke lapangan upacara, sama saja dengan mempersilahkan guru BK untuk memberi "hadiah".

Para siswa yang lupa membawa topi, dibawa ke depan untuk dibariskan menghadap ke semua siswa, dari kelas 10-12. Dulu masih dengan istilah kelas 1-3 SMA. Harus diakui, penulis termasuk angkatan "agak tua", masuk SMA di tahun 2001.

Malu sudah pasti. Saking tidak maunya mendapat "hadiah", pernah ada teman sekolah yang sembunyi di bawah kolong meja ketika lupa membawa topi. Ada juga yang pura-pura sakit untuk kemudian bisa istirahat di UKS.

Apakah dengan membawa topi berarti hari senenmu terselamatkan?

Belum tentu.

Lihat dulu ke bawah. Guru akan berkeliling ke barisan murid untuk "menciduk" mereka yang kedapatan tidak mengenakan sepatu pantofel warna hitam.

Mereka yang ketahuan kemudian akan dibariskan bersamaan dengan siswa yang tidak menggunakan topi.

Adakah trik untuk menghindari penangkapan?

Kalo tidak ada, bukan anak SMA namanya. Mereka yang tidak mengenakan sepatu pantofel hitam, akan berdiri di tengah-tengah barisan siswa sekelasnya. Hal itu dilakukan agar sepatunya bisa agak tertutupi oleh badan dan sepatu teman-temannya.

Yang membuat saya tersenyum saat mengingatnya, trik ini kadang berhasil dan kadang tidak. Saya sendiri termasuk yang pernah berhasil melakukannya, hehehe.

Jika kami renungkan kembali, pelajaran semasa SMA yang paling berharga bukanlah matematika, bukan pula fisika, namun adalah pelajaran kedisiplinan.

Kenapa?

Karena disiplin adalah faktor kunci bagi kesuksesan seseorang, kini dan nanti, di dalam setting belajar maupun bekerja. Apapun profesi dan bidang usahanya.

Jim Collins dalam bukunya Good to Great mengatakan:

Saat anda memiliki orang-orang disiplin, Anda tidak memerlukan hierarki. Saat Anda memiliki pikiran disiplin, Anda tidak memerlukan birokrasi. Saat Anda memiliki tindakan disiplin, Anda tidak memerlukan kontrol berlebihan. Saat Anda menggabungkan kultur disiplin dengan etos kewirausahaan, maka Anda mendapatkan racikan kimiawi ajaib kinerja hebat.

Untuk bisa menjadi individu hebat, Anda perlu menjadi disiplin. 

Demikian juga untuk bisa menjadi bagian dari organisasi hebat, Anda perlu menjadi disiplin. Tidaklah mereka akan menerima calon anggota atau pegawai yang tidak memiliki budaya disiplin dalam dirinya.

Nucor, perusahaan baja asal negeri paman sam yang masuk ke dalam daftar Fortune 500 memiliki filosofi sebagai berikut:

Anda bisa mengajari petani cara membuat baja, tapi Anda tidak bisa mengajari etos kerja petani kepada orang yang sedari awal sudah tidak memilikinya.

Nucor memberikan bobot lebih besar pada ciri-ciri karakter ketimbang pada latar belakang pendidikan, keterampilan, pengetahuan khusus atau pengalaman kerja. Dimensi karakter, etos kerja, kecerdasan dasar dan dedikasi dinilai jauh lebih penting.

Bila diingat-ingat lagi, pernahkan Anda dihukum sewaktu di sekolah? 

Jika iya, maka bersyukurlah. Itu adalah bagian dari perjalanan Anda untuk menjadi hebat, from good to great.

Terakhir, Jika Anda berkesempatan untuk bertemu dengan para guru semasa SMA, berterima kasihlah. Mereka telah mengajarkan kedisiplinan, salah satu pelajaran hidup yang paling berharga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun