Mohon tunggu...
Mustava mikokamal
Mustava mikokamal Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pengaruh Obesitas Terhadap Balita

1 Mei 2024   23:15 Diperbarui: 1 Mei 2024   23:22 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Obesitas merupakan masalah kesehatan global yang  menjadi masalah serius dalam beberapa dekade terakhir.Meskipun obesitas sering  dianggap sebagai masalah  orang dewasa, namun obesitas  juga merupakan masalah serius bagi anak kecil.Tingkat obesitas di kalangan anak-anak, terutama anak kecil, terus meningkat di seluruh dunia, sehingga menimbulkan banyak kekhawatiran mengenai kesehatan dan kesejahteraan mereka. 

Menurut Kemenkes RI tahun 2017 Obesitas adalah akumulasi lemak abnormal yang dapat mengganggu Kesehatan. Jika kegemukan terjadi pada masa balita kemungkinan besar kegemukan akan menetap sampai dewasa. Sebagian masyarakat masih mempunyai anggapan bahwa balita yang gemuk menandakan balita yang sehat dan bukan sebagai masalah yang perlu di lakukan tatalaksana. (Indanah, Sukesih, Fairuzzah, & Khoiriyah, 2021).

Dampak obesitas pada anak kecil, termasuk dampaknya terhadap  kesehatan, sosial, dan ekonomi serta langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengatasi masalah tersebut. Dampak Kesehatan dari Obesitas pada Anak Kecil Obesitas pada anak kecil dapat menimbulkan dampak kesehatan yang begitu serius dan bahkan mengancam jiwa. Bayi yang kelebihan berat badan berisiko lebih tinggi terkena berbagai penyakit, antara lain diabetes tipe 2, tekanan darah tinggi kolesterol tinggi penyakit jantung serta masalah tulang dan sendi.

 Persentase obesitas terus meningkat dalam satu dekade terakhir, yakni dari 8% pada 2007 menjadi 21,8% pada 2018. Hal ini hampir terjadi di semua negara berkembang karena adanya perubahan pendapatan yang lebih baik.

 Sebuah konsep "set point" berat badan yang didukung oleh mekanisme fisiologis berpusat di sekitar sistem penginderaan dalam jaringan adiposa yang mencerminkan cadangan lemak dan reseptor, atau "adipostat," yang ada di pusat hipotalamus. Ketika simpanan lemak berkurang, sinyal adipostat rendah, dan hipotalamus merespon dengan merangsang rasa lapar dan penurunan pengeluaran energi untuk menghemat energi. Sebaliknya, ketika penyimpanan lemak berlimpah, sinyal meningkat, dan hipotalamus merespon dengan menurunkan rasa lapar dan meningkatkan pengeluaran energi (Jameson dan Harrison, 2013).

Disampaikan Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Prof. Dante Saksono Harbuwono mengingatkan bahwa di balik kesan lucu dan menggemaskan pada anak yang mengalami obesitas, tersimpan risiko sindrom metabolik yang berkaitan dengan penyakit jantung koroner, stroke, dan pembuluh darah.

Dalam menangani hal ini  Semua pihak, pemerintah, termasuk masyarakat, dan pemangku kepentingan, harus berperan aktif dan meningkatkan kesadaran bersama untuk melakukan pencegahan sejak dini yang dimulai dari lingkup keluarga, lingkungan sekolah, dan masyarakat dan didukung kebijakan pemerintah. 

Disampaikan juga bahwa edukasi di tingkat masyarakat harus dilakukan secara masif," yang dimulai dari keluarga dalam hal ini peran orangtua, lingkungan sekolah yakni guru, dan lingkungan dimana anak-anak tersebut tumbuh. Peran orang tua sangat penting, Mengurangi faktor risiko obesitas dari awal kehidupannya dengan pencegahan stunting dan memperkenalkan dan menjaga pola makan yang benar dari sejak anak belajar makan sesuai isi piring menurut usianya atau prinsip gizi seimbang, Gula garam lemak yang seimbang sesuai kebutuhan).

Ibu sangat berperan penting  dalam hal mendidik keluarga tentang pola makan yang baik dan benar, serta membantu anak-anak untuk memilih jajanan yang sehat. Salah satu faktor yang  menyebabkan obesitas pada anak adalah pandangan masyarakat yang menyukai bayi gemuk dan memberikan makanan tambahan yang tidak seimbang. 

Anak sejak usia 0 hingga 6 bulan, upayakan hanya mendapatkan ASI eksklusif untuk memastikan asupan gizi yang tepat. Memberikan  susu formula sejak dini, tanpa ASI, juga dapat menyebabkan potensi obesitas karena kalori dalam susu formula lebih tinggi dibandingkan ASI. Dan disamping itu juga upaya pencegahan lain yang dapat dilakukan adalah Mendorong anak untuk hidup lebih aktif, beraktifitas fisik minimal 30 menit setiap hari. Bagi sekolah akan sangat bagus jika setiap hari diadakan lagi senam pagi dan didorong bermain yang aman dengan teman-temannya saat jam istirahat.

Obesitas pada balita membawa dampak serius terhadap kesehatan fisik mereka. Pertumbuhan dan perkembangan normal dapat terganggu oleh kelebihan berat badan yang menyebabkan tekanan ekstra pada tulang dan sendi, serta ketidakseimbangan hormon yang memengaruhi metabolisme tubuh. Beberapa dampak fisik yang umumnya terjadi pada balita yang mengalami obesitas meliputi:

1.Resiko Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah

 Balita obesitas memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan penyakit kardiovaskular, seperti hipertensi dan aterosklerosis, karena tekanan darah yang meningkat dan kadar kolesterol yang tidak seimbang.

2.Diabetes Tipe 2

            Obesitas pada balita dapat menyebabkan resistensi insulin, yang merupakan faktor risiko utama untuk diabetes tipe 2. Hal  ini dapat menyebabkan gangguan dalam pengaturan gula darah, bahkan pada usia yang sangat muda.

3.Gangguan Pernapasan

    Kelebihan berat badan pada balita dapat menyebabkan gangguan pernapasan, seperti sleep apnea atau asma, yang dapat mengganggu kualitas tidur dan aktivitas sehari-hari.

4.Masalah Kulit

            Balita obesitas lebih rentan terhadap masalah kulit, seperti dermatitis dan infeksi jamur, karena lipatan kulit yang lembab dan gesekan yang berlebihan.

5.Masalah Gastrointestinal

            Obesitas dapat menyebabkan gangguan pencernaan, seperti refluks asam dan sembelit, yang dapat memengaruhi kualitas hidup dan nutrisi balita.

Dampak fisik yang terkait dengan obesitas pada balita tidak hanya bersifat jangka pendek, tetapi juga dapat berlanjut hingga masa dewasa jika tidak ditangani dengan baik.

Pihak Pemerintah terus melakukan berbagai upaya yang bersifat strategis seperti untuk penceghan obesitas pada anak diantaranya:

  • Telah adanya Inpres no. 1 tahun 2017 tentang gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) yang mendorong semua komponen bangsa untuk membudayakan gerakan masyarakat hidup sehat, seperti melakukan aktifitas fisik minimal 30 menit setiap hari, .membudayakan makan buah dan sayur tiap hari, edukasi hidup sehat
  • Telah adanya pengaturan Peraturan Menteri tentang kandungan gula garam lemak pada produk pangan olahan dan produk pangan siap saji dan pengawasan produk industri makanan yang beredar di Masyarakat
  • Memperkenalkan program gizi seimbang yang bertajuk 'Isi Piringku.' melalui program 'Isi Piringku' ini, masyarakat diharapkan lebih memperhatikan kualitas dan komposisi makanan yang dikonsumsi, menggeser paradigma '4 Sehat 5 Sempurna' yang sudah tidak relevan lagi saat ini. Secara umum, 'Isi Piringku' menggambarkan porsi makan yang dikonsumsi dalam satu piring yang terdiri dari 50 persen buah dan sayur, dan 50 persen sisanya terdiri dari karbohidrat dan protein.
  • Kampanye 'Isi Piringku' juga menekankan untuk membatasi gula, garam, dan lemak dalam konsumsi sehari-hari.
  • Pencegahan bahaya obesitas dini pada anak melalui cemilan sehat dilakukan melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat, Sadar Pangan Aman atau yang disingkat Germas SAPA yang diharapkan menginspirasi para pendamping kesehatan di lapangan, baik para kader maupun guru di sekolah dan juga para kepala sekolah, petugas kantin untuk mengedukasi anak-anak dengan memilih makanan atau cemilan yang sehat seperti buah.

 

Kesimpulan :

Obesitas pada balita merupakan masalah kesehatan yang serius dengan dampak jangka panjang yang signifikan terhadap kesehatan fisik dan psikologis mereka. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan pendekatan yang komprehensif yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan dan langkah-langkah seperti promosi gaya hidup sehat, regulasi lingkungan makanan, mendorong aktivitas fisik, dukungan keluarga, dan pengobatan medis jika diperlukan. Dengan upaya bersama, kita dapat melawan epidemi obesitas pada balita dan memberikan masa depan yang lebih sehat bagi generasi mendatang.

 mahasiswa universitas malikussaleh

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun