"Kopinya satu, yu! Lha ketannya mana ini?" Pesan Cak Buadi.
"Sabar sik yo cak! Ketane belum tanek, lima menit lagi dak entase." Mak Jum ibunya Yu Ratmi yang lagi marut kelapa menyahut.
"Yo wis, kopinya dulu, GPL ya ... Gak pakai lama! Nanti ketane sak lepek!" Cak Buadi melanjutkan pesanannya. Yu Ratmi cuman mencibirkan mulutnya, seolah masih sewot.
"Abah Nur tindak ke solo, kang. Buwuh sejak semalam. Tadi yang ngimami mas Guru Yakin." Kata Cak Buadi ke Kang Modin.
"Ooo, lha layak kok semalam aku papasan dengan mobil beliau di dekat terminal Nganjuk." Kata Kang Modin sambil melirik Lik Jumeri dan mas Poyo yang barusan datang ke lapak Yu Ratmi.
"Sampeyan iku yen kuperhatikan kok sajake sentimen sama Mbak Jah Bomber to cak Bu!" Kata Kang Modin lagi.
"Sentimen mergo lamarane ditolak kuwi!" Sahut Yu Ratmi. Cak Buadi buru-buru mengacungkan jari telunjuk ke depan mulutnya sendiri sambil matanya melotot ke Yu Ratmi. Mak Jum sampai tertawa terkekeh-kekeh.
"Tenan po Cak?" Tanya Kang Modin menggoda. Cak Buadi langsung menjawab sewot, "Ora Kang! Omongane Yu Ratmi wae kuwi!" Yu Ratmi tersenyum geli karena tembakannya kena.
"Yu, denger-denger mbak Jah mau berangkat umroh ya?" Tanya Lik Jumeri kepada Yu Ratmi. Pembeli yang lain termasuk cak Buadi dan Kang Modin kaget mendengar pertanyaan Lik Jumeri. Yu Ratmi mengangguk-angguk membenarkan pertanyaan Lik Jumeri.
Mak Jum yang kemudian menyahut. "Mbak Jah sudah nabung ada kalau lima tahun ini di koperasi pedagang pasar. Ndelalah kemarin kambingnya manak semua, dan digentine adiknya, sehingga bisa nutup biaya umrohnya. Insya Allah awal Pebruari nanti berangkatnya."
"Ooo, gak ngiro saya kalo dari jualan pecel saja ternyata bisa untuk berangkat umroh. Wah, pinter tenan mbak Jah ki." Cak Buadi ngalembono mbak Jah. Pengunjung lapak ketan secara berbarengan menyahuti, "Lhaaaaaa, tenan to!" Cak Buadi tersipu-sipu kena jebakan Batman lagi.