Mohon tunggu...
Mustaqim Muslimin Abdul Ghani
Mustaqim Muslimin Abdul Ghani Mohon Tunggu... -

seorang bodoh yang sedang belajar untuk terus memberi manfaat ... ciyeeeeee! Idealis banget!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"Sarapan Pagi Ini ... Secangkir Asa, Selepek Harapan"

11 Januari 2015   14:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:22 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Tapi tenan kok, Jah itu dulu di kelas termasuk yang encer otaknya. Cuman kalah sama Warsito anaknya mbah Guru Marsudi dan Endang anaknya pak Lurah Ndhongkol. Aku kalo ada pe er, ya sok njilih garapane Jah." Terang Cak Buadi.

"Sok njilih opo njilih terus, cak?" Yu Ratmi nyemoni lagi.

"Aeees! Kowe ki lho mesthi!" Kata Cak Buadi.

"Emane, dia nggak ngrampungke sekolah SMA, setelah pak Mun bapaknya wafat." Kata cak Buadi lagi.

"Mbak Jah itu memang pinter kok cak, kalo siang ngajar ngaji dan ngajar moco tulis di kampungku. Walau honore ya sak ikhlase orang tuanya anak-anak itu." Mas Poyo menyahut. "Anak-anak juga seneng kalo yg ngajari Mbak Jah. Gampang dipahami."

"Lha iyo to, yen disawang-sawang kae dulur-dulur pasar iku koyo-koyo ora bakal cukup rejekine kalau hanya mengandalkan hasil jualan saja. Tapi nyatanya mbak Jah bisa umroh. Kang Sukim malah tahun 2017 nanti ihram haji. Mbok Nah itu anaknya jadi pegawai negri semua. Yu Ratmi ini juga, si Denok dan Joko malah sudah kuliah semua." Sahut Kang Modin.

"Gusti Alloh itu Maha Kuasa dalam mengatur rejeki setiap umatnya." Mak Jum menyambung. "Walau cuman jadi bakul pasar, coba sampeyan gatekno tenanan. Apa ada dulur pasar itu yg wajahnya suntrut? Mereka semuanya sumeh. Atine semeleh, ikhlas tanpa beban. Dan tiap pertama kali dagangannya laku, selalu bilang "laris laris laris" ... Itu menghayati betul akan syukur nikmat Alloh yang mereka terima hari ini. Dan insya Allah dari tiap syukur nikmat itu membuka rejeki dan nikmat Alloh yang lain"

Kang Modin membenarkan dengan menyampaikan sebuah ayat Al Quran tentang janji Allah atas kesyukuran hamba-Nya. Sedangkan Cak Buadi terpekur menyimak kalimat-kalimat Mak Jum dan Kang Modin itu.

Ia yang mestinya harus lebih bersyukur karena setiap bulan dapat gajian yg sudah pasti, sekarang malah sering mengeluh gara-gara anaknya geger minta dibelikan handphone. Ia yang mestinya lebih sering berterima kasih kepada Alloh, sekarang malah sering menggerutu karena istrinya minta tambahan blanjan.

Pelajaran tentang "dulur-dulur pasar" di warung ketan Yu Ratmi ternyata lebih nandes pagi ini, seolah menjadi penjabaran dari kuliah-kuliah shubuh Abah Nur. Betapa keikhlasan dapat melepaskan segala beban, betapa segala kesyukuran dapat membuka jalan rejeki dari segala arah yang tak disangka-sangka. Dan betapa keyakinan dapat mewujudkan semua harapan.

Inspired by : Pagi ini di pasar Patianrowo, 11 Januari 2015

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun