Mohon tunggu...
Mustaqim Muslimin Abdul Ghani
Mustaqim Muslimin Abdul Ghani Mohon Tunggu... -

seorang bodoh yang sedang belajar untuk terus memberi manfaat ... ciyeeeeee! Idealis banget!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"Sarapan Pagi Ini ... Secangkir Asa, Selepek Harapan"

11 Januari 2015   14:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:22 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Jamaah shubuh baru saja bubaran, saat Cak Buadi ikut turun dari langgar Abah Nur. Bubaran jamaah hari ini lebih awal daripada biasanya. Di tiap shubuh seperti ini, biasanya abah Nur memberikan tausiah selepas wiridan. Namun karena beliau sedang tindak ke Solo, buwuh saudaranya, tausiah hari ini tidak ada yang mengisi.

Katanya Mas Tono yang guru SMP, tausiah itu bisa juga disebut kuliah Shubuh. Hehehehe, lumayanlah buat cak Buadi yg cuma tamatan STM bisa sekali-kali ikut kuliah.

Hanya saja, karena abah Nur kalo memberi tausiah cuman sebentar, karena hanya membaca satu hadits di kitab Riyadush Sholihin dan menjelaskan sedikit maknanya, maka tidak sampai tujuh menit sudah rampung. Kurang pas kalau disebut kultum atau kuliah tujuh menit, apalagi kuliah shubuh. Ya tausiah itu saja lebih pas, itu katanya Abah Nur sendiri lho ya, sewaktu Mas Tono "ngengkel" dengan istilah "kuliah"-nya itu tadi.

Cak buadi mulai "nyengklak" sepeda motor Suzuki FR50-nya, sambil uluk salam kepada Kang Mualim yang masih repot membetulkan rantai sepeda "jengki"-nya. Motor antik itu dibelokkannya ke arah pasar Rowomarto. Satu tujuannya, ke lapak warung ketan Yu Marni.

Semalaman cak Buadi ndak bisa tidur nyenyak. Pikirannya "bunek" gara-gara jagoannya, Manchester City, nggak bisa menang saat melawat ke kandang Everton. Padahal di pertandingan berikutnya, Chelsea bisa menang mudah dan kembali jadi pemimpin klasemen Liga Inggris. Hahahaha, pusingnya cak Buadi sudah sekelas pusingnya pak Jokowi menata harga Bbm Indonesia saat ini.

Pasar Rowomarto masih remang-remang saat sepeda cak Buadi sudah terparkir di depan warung ketan Yu Marni. Namun begitu, dalam temaram cahaya lampu 5 watt yg menerangi masing-masing lapak di pasar itu, cak Buadi bisa melihat aktifitas "dulur-dulur pasar" yang mulai menata lapaknya masing-masing.

Mbak Jah Bomber yang mengingatkannya kepada Ratmi B29-nya Srimulat mulai mengupas dan memotongi lontong untuk dagangan pecelnya. Kang Sukim yang cungkring masih repot memanggul zak berisi ketela rambat dari keranjang motor ke lapaknya. Mbak Ni Krebo bareng mbok Nah, pedagang sayur keliling, mulai menata dagangan di keranjang sepedha "ethek"-nya.

"Ngersakne nopo cak Bu?" Tanya Yu Ratmi setelah selesai menyajikan secangkir kopi kepada Kang Modin yang sudah duluan sampai. Cak Buadi belum menjawab, karena pandangannya masih tertuju ke Mbak Jah Bomber.

"Bakul pecel kok sak ndemblah gitu, sing tuku opo gak wis wareg sik lek nyawang bakule?" Cak Buadi malah ngomel "ngrasani" Mbak Jah Bomber.

"Hei cak Bu, ditanya mau pesen apa kok malah ngomel dhewe!" Yu Ratmi sewot.

"Lha iyo sampeyan iku isuk-isuk kok wis ngrasani liyan to cak Bu. Apa tadi nggak diwulang sama Abah Nur to?" Tanya Kang Modin menimpali. Cak Buadi cuma cengar-cengir kena "smash" dari Yu Ratmi dan Kang Modin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun