Kelekatan, kedekatan, dan komunikasi itu menjadi kunci dalam sepak bola. Dengan itu, antar pemain akan saling mengerti. Di lapangan, pemain yang memiliki chemistry yang kuat, bahkan kadang tak usah melihat sebab ia paham posisi dan kemungkinan kemana larinya masing-masing. Semakin bagus itu dimiliki, maka semakin bagus pula hasil yang didapatkan karena situasi antar pemain yang sangat menyenangkan.
Seperti tak ada chemistry, seolah masing-masing punya pakem sendiri. Kurangnya kelekatan antar pemain, tentu saja berbuntut panjang. Terutama sejak kedatangan Ronaldo, ruang ganti pemain katanya mulai bergejolak. Tentu saja, ini bukan hanya soal Ronaldo, terlalu simpel, tapi ketika chemistry itu dibangun dengan baik, untuk tim, maka egoisme itu akan melebur.
Umpan crossing dan assist matang akan tercipta. Ronaldo, Sancho atau Rashford mungkin akan digunjing ketika bermain jelek dan tidak melesakkan goal tapi itu akan dengan sendirinya lenyap ketika mendahulukan kerjasama yang terbangun melalui kelekatan dan saling mengerti satu sama lain. Kata Lukaku, Ronaldo hanya butuh umpan.
Itulah kerja satu-satunya Rangnick, menghangatkan kembali suasana ruang ganti, setidaknya sampai akhir musim. Percayalah, ketika kerjasama itu dibangun, peluang itu akan tercipta. Tidak oper bola sana sini, kembali ke belakang lagi. Bawa ke depan, mundur lagi. Tim akan padu melalui kerjasama dan kolektivitas tim. Untung saja Atletico tidak dalam performa terbaiknya.
Tentu saja Rangnick tidak mudah, apalagi berada di tim dengan pemain hebat tapi selama 4 tahun lebih tidak memegang satu piala apapun! Ngenes sebenarnya, tapi itulah realitanya. Tidak semudah itu, Ferguso. Kalau tim saja belum sepenuhnya nyatu, lalu ditambah dengan taktik atau starting line up yang membagongkan, ya, tulisan ini selesai.
Salam GGMU!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H