Sebenarnya, bukan hal yang aneh ketika menyaksikan pemain-pemain yang awalnya saling bersitegang lalu akur karena sudah berada di klub yang sama, atau sebaliknya, bermusuhan karena klub yang dibela sudah berbeda, bahkan musuh bebuyutannya. Memang seperti itulah profesionalitas itu mesti ditunjukkan.
Pada tingkat yang paling tinggi dan berkelas, hal-hal seperti ini biasanya terjadi pada klub yang memiliki tingkat rivalitas tinggi, musuh bebuyutan, ada unsur sejarah kelam, dan mempertaruhkan gengsi. Namun, justru karena itulah, pertemuan klub-klub itu di lapangan seolah pertempuran. Berisiko, menegangkan, tapi menyenangkan. Menarik dijadikan tontonan.
Rivalitas tinggi di lapangan itu kita bisa saksikan antara Ramos dan Messi. Perbedaan posisi keduanya, memungkinkan terjadi adu fisik yang keras, lebih-lebih tugas Ramos sebagai pemain belakang. Dalam sejarah pertemuan keduanya, tidak jarang berakhir dengan adu mulut dan bersitegang. Pernah suatu ketika, dahi keduanya berdekatan sambil "memanaskan muka".
Ramos sempat menuduh Messi memengaruhi wasit pada Laga El Clasico ke-238 dimana hasilnya akhirnya imbang. Pada laga itu juga, Messi menginjak kaki Ramos hingga mendapatkan kartu kuning. Semenara itu, di tahun 2010, Ramos bahkan pernah mendapatkan kartu merah gara-gara harus menghadang Messi, yang cepat dan lincah, dengan cara-cara yang kasar.
Beberapa kali keduanya saling memecundangi. Messi kerap kali membuat Ramos kehilangan akal melalui gerakan-gerakannya yang magis, namun tak jarang juga Ramos membuat Messi gigit jari karena gerakan dan arah bolanya bisa dibaca dengan mudah oleh Ramos.
Ramos adalah representasi dari pemain belakang yang spartan, elegan tapi akan ganas saat dibutuhkan. Tugasnya adalah mengawal pertahanan. Siapapun yang datang, hajar. Sementar Messi adalah penyerang luar biasa yang memiliki kemampuan dewa untuk memecundangi siapapun di hadapannya. Tak ganas memang, tapi Messi bisa menipu siapa saja dengan muka dan tubuh imutnya. Tahu-tahu sudah di depan gawang saja.
Dalam sejarah pertemuan mereka, yang tak ubahnya seperti "Tom & Jerry" itu, kita seringkali disajikan oleh sikap Ramos yang kadang barbar, tapi Messi juga tak kalah menjengkelkan. Beberapa kali Messi juga tak sabar dan berlebihan. (Saya pernah menuliskannya dalam artikel ini: "Messi Itu Siapa, Sih? Pemain, Pelatih, atau Pemilik Barcelona?")
Itulah kenapa, rivalitas sebenarnya yang terjadi di lapangan saat permainan berlangsung adalah antara Messi vs Ramos karena memungkinkan terjadinya duel yang sengit dan menengangkan.
Andai tidak sedang di lapangan, mungkin sudah terjadi baku pukul dan hantam. Kalau bertengkar, sih, Ramos pasti unggul. Tapi sepertinya, itu tidak akan terjadi meski di luar lapangan sebab keduanya sama-sama tahu soal profesionalitas menjadi pemain sepak bola" tugas Ramos menghadang penyeraang lawan, sementara tugas Messi menembus pertahanan lawan. Bagaimanapun caranya, terap impas.
Lalu, bagaimana jika keduanya kini berada di klub yang sama? Bagaimana saat "Tom & Jerry" itu sebentar lagi akan menempati "kandang" yang sama di PSG? Tentu menarik ditunggu. Rivalitas sengit, setinggi langit itu akan habis. Persaingannya barangkali hanya, siapa yang nantinya akan mengenakan ban kapten. Itu pun mungkin. Terlebih, di luar lapangan, keduanya saling respect.
Sama Nasib Ramos dan Messi
Keduanya adalah pemain hebat di posisinya masing-masing. Tentu tak apple to apple membandingkan pencapaian dan prestasi individunya. Tapi keduanya adalah legenda hidup di mantan klubnya masing-masing. Messi bersinar dengan kemampuannya, tapi jangan lupa, Ramos juga termasuk deretan pemain belakang yang paling sering membuat gol.
Meski keduanya sangat mencintai mantan klubnya masing-masing, tapi sejarah dan takdir berkata lain. Tak perlu meragukan bagaimana loyalitas keduanya kepada tim, namun perjalanan waktu membawa keduanya pada sebuah keputusan yang sangat berat. Barangkali, ini bukan hanya soal profesionalitas, tapi juga soal emosional-psikologis, sejarah, serta kelekatan dan kedekatan yang kuat.
Keduanya sama-sama memberikan pengabdian dalam waktu yang sangat lama. Pernah mengemban tugas sebagai kapten dan sama-sama memutuskan untuk merawat jambang dan brewoknya. Keduanya juga merasakan hal yang sama ketika meninggalkan klub yang dicintainya dengan cara yang tak biasa. Mestinya tak seperti itu. Harusnya ada cara yang lebih manis dari itu.
Ramos tak berhasil memperpanjang kontraknya di Real Madrid karena klub berkata, tawaran perpanjangan itu sudah kadaluarsa, sesuatu yang disesalkan oleh Ramos karena pihak klub tidak memberitahunya. Sementara Messi, bahkan menyetujui untuk mengurangi gajinya 50% agar tetap bisa bermain di Barcelona. Kesedihan terberat barangkali dipikul oleh Messi ketika akhirnya regulasi memaksanya untuk pergi.
Apesnya, perpisahan keduanya sama-sama tidak dilakukan di hadapan puluhan ribu suporter yang memenuhi lapangan. Sesuatu yang sangat layak mereka dapatkan, mengingat keduanya berhak menyandang legenda hidup di mantan klubnya masing-masing. Di Santiago Bernabeu, tak ada ribuan fans yang memberi Ramos tepuk tangan, menangis, dan mengucapkan selamat tinggal kepadanya.
Begitu juga dengan Messi, yang sangat layak mendapatkan itu mengingat jasa-jasanya menjadikan Barcelona sebagai klub besar dan ditakuti. Messi tak mendapatkan itu. Tak ada yang bertepuk tangan, memanggil, dan menangis untuknya. Tak ada juga lambaian puluhan ribu suporter di Camp Nou yang mengantarnya pergi. Sesuatu yang sangat Messi sesali dan tangisi.
Keduanya hanya melakukan itu di depan beberapa orang yang hadir. Dengan kesedihan dan air mata mengucapkan terima kasih, kecintaan pada klub, dan keinginan sebenarnya untuk bertahan, tapi akhirnya situasi memaksa untuk tetap pergi. Pasti sangat berbeda rasanya, meski kita tahu, semua fans Real Madrid dan Barcelona di luar sana juga merasakan sedih dan terpukul karena kepergian keduanya, lebih-lebih Deculs yang tak pernah menyangka ini akan terjadi juga.
PSG tentu saja akan menjadi klub kaya raya yang semakin garang dan ditakuti. Tapi saya menunggunya saat berlaga di Liga Champions saja, karena di Ligue 1 sudah pasti tidak akan menarik lagi. Jomplang.
Selesai. Mari kita sambut kembali dunia hiburan terbaik sepanjang masa ini dengan hati gembira.
Salam Hormat,
Mustafa Afif