Mohon tunggu...
Ibnu Abdillah
Ibnu Abdillah Mohon Tunggu... Wiraswasta - ... kau tak mampu mempertahankan usiamu, kecuali amal, karya dan tulisanmu!

| pengangguran, yang sesekali nyambi kuli besi tua |

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Ketidaksabaran Manajemen dan Fans Klub Elite Eropa yang Makin Mirip di Indonesia

26 November 2019   18:14 Diperbarui: 28 November 2019   03:19 802
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada beberapa hal yang menjadi ciri khas kebanyakan fans fanatik tim sepak bola Indonesia, yaitu banyak menuntut, tidak sabar, tim yang didukung harus menang bahkan juara, dan sebagainya. Ditambah dengan perilaku vandalisme, serta perilaku dan chant yang mengandung unsur rasisme.

Sebegitunya? Betul. Boleh tidak kita akui, tapi kenyataannya semua itu tetap menjadi masalah dalam sepak bola kita.

Ada berapa kasus kerusuhan dalam dunia sepak bola kita yang disebabkan oleh rasa tidak terima karena klub kebanggaan kalah atau dikalahkan. Mereka, para fans fanstik itu bisanya menuntut dan lupa untuk sabar.

Bagaimana ceritanya sebuah tim harus selalu menang? Apa maksudnya kalau tim kesayangan kalah lalu marah? Kesal karena tim kalah? Ini, kan, lucu (untuk tak dikatakan aneh). Ya, kali, menang terus. Juara, dong.

Semakin panas ketika karakter seperti itu ditambah dengan perilaku vandalisme, menyoraki, dan meneriaki klub atau fans lawan dengan nyanyian negatif, lalu berakhir dengan anarkisme. Baku hantam, baku pukul.

Biasanya, setiap kejadian seperti itu sosok wasit yang dianggap tidak adil, pemain lawan yang dianggap kasar, menjadi justifikasi sebagai alasan pembenanaran.

Tak hanya itu, pemilik klub dan pelatih kerap menjadi sasaran. Ganti pelatih, ganti ofisial, ganti pemain kerap diteriakkan. Pokoknya, suporter kita ini sangat jago dalam memberikan komentar. Termasuk para komentator yang menjual analisa, tak didengarkannya, kecuali hanya sebagai pemanis dengan kata "jedar", "jeger, dan "ulaalaa". Pemain pun kerap disalahkan.

Bayangkan, pemain sekelas Boaz, Savic, Evan Dimas, Andik, dan lainnya yang setiap hari bermesraan dengan bola bisa menjadi trending topic dengan kata-kata miris hanya karena salah nendang, gagal menciptakan gol atau menerima bola, dan keserimpet rumput.

Kesalahannya sedikit, tapi respons fans luar biasa. Fans yang bahkan tak pernah menendang bola sama sekali dalam hidupnya.

Tapi, memang begitulah karakteristik fans serta komentator.

Kebiasaan di Indonesia ini, sepertinya mulai menular ke fans-fans di Eropa ketika kita menyaksikan banyak fans atau pemilik klub yang mulai tidak sabar, lupa proses, dan banyak menuntut untuk menang atau juara. 

Pelatih tim-tim elite sepak bola Eropa kerap menjadi korban pemecatan karena dianggap tidak mampu memperbaiki dan membawa klub ke level tertinggi meski periode kepelatihannya baru seumur jagung. Pemain-pemain berkelas pun kerap menjadi korban karena tidak mampu memenuhi desakan pemilik atau para fans untuk selalu bermain bagus.

Lopetegui hanya sebentar mencicipi kursi pelatih di Real Madrid karena dianggap tak layak menukangi Real Madrid pasca ditinggal Zidane. Mourinho, yang membawa MU beberapa kali juara juga dipecat karena posisi MU yang tak naik di Liga Inggris. 

Pochettino, yang membawa Spurs ke kasta dan performa terbaik juga dipecat karena dianggap ngap-ngapan di Liga Inggris. Unai Emery juga terancam akan dipecat karena tidak mampu membawa Arsenal ke level yang lebih baik. Pun dengan Manuel Pellegrini.

Begitu juga dengan MU yang tampak begitu mengerikan karena tekanan yang dilakukan oleh fansnya. Ole Gunnar Solskjaer berada dalam situasi yang tak cukup menguntungkan.

Sempat semringah di awal-awal melatih, Ole akhirnya mendapatkan tekanan karena inkonsistensi penampilan MU. Ernesto Valverde juga mulai tak nyaman karena meskipun Barcelona menguasai Spanyol, tapi tak mampu berbicara banyak di Liga Champions.

Sama halnya dengan Giampaolo di AC Milan, Jardim di AS Monaco, Marco Silva di Everton, Eusebio di Sampdoria, dan banyak lagi pelatih yang berada dalam tekanan karena tuntutan dari fans atau pemilik klub yang mulai tak sabaran.

Padahal, pelatih bukan menjadi satu-satunya faktor yang menjadi penyebab kekalahan atau tersandungnya prestasi sebuah klub. Ada banyak faktor lain yang juga berpengaruh seperti para pemain, psikologis klub, kekompakan, dan lain sebagainya.

Dikit-dikit ganti pelatih, ganti pemain, ganti presiden. Hadeuh.

Liverpool yang membiarkan Jurgen Klopp sabar dalam meracik timnya bisa menjadi contoh bagaimana mereka saat ini menjadi tim yang menakutkan semua lawannya. Dalam beberapa waktu, Klopp tak memberikan apa-apa tapi akhirnya Liga Champions diraihnya.

Lalu musim ini, sangat berpeluang merengkuh titel Liga Inggris yang sudah belasan tahun tak bisa didapatkan. Andai Liverpool gegabah lalu membuang Klopp karena dianggap tidak mampu, mungkin Liverpool tak akan seperti saat ini.

Masalahnya, belum apa-apa, saat ini seorang pelatih sudah diribetkan dengan desakan dan tuntutan para fans serta pihak manajemen yang kadang tak masuk akal. Tidak bisa atau diasumsikan tidak mampu, langsung pecat padahal semuanya butuh proses.

Fans dan pemilik klub elite di Eropa seperti kebelet menang dan kebelet untuk menjadi juara. Padahal untuk menjadi yang hebat, menunggu dan mengerti prosesnya juga harus hebat.

Memang menyebalkan ketika tim kesayangan menelan kekalahan, apalagi dari musuh bebuyutan. Tapi pelatih bukan satu-satunya faktor penyebab kekalahan sehingga tak perlu gercep untuk memecat.

Berikan batas waktu, setidaknya untuk melewati jendela transfer sekali saja untuk menentukan pemain pilihannya. Setelah diberikan waktu tidak juga naik, mungkin memang waktunya dipecat.

Fans tim elite Eropa, dalam hal demikian mulai seperti fans tim sepak bola Indonesia. Bedanya, di Eropa tidak dengan vandalisme atau anarkismenya, sementara di Indonesia tim kesayangan kalah, bisa perang, apalagi terhadap musuh bebuyutan atau diduga tidak adil dalam pertandingan, selesai urusan. Baku hantam.

Terus, tim kesayangan harus selalu menang? Gila lu, Ndro!

Salam,
Mustafa Afif, @kulibesitua

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun