Dunia pendidikan kita kembali dicemari oleh perilaku-perilaku tak patut yang harusnya cuma kita temui di dunia premanisme dengan hierarki senioritas yang kuat. Sedang viral sebuah video pelaksanaan Masa Informasi dan Orientasi (inforent) atau sejenis Ospek di Universitas Khairun, Ternate, Maluku Utara.Â
Dari video itu tampak mahasiswa mengalami perundungan dan perpeloncoan oleh senior mereka: disuruh menaiki tangga dengan cara jongkok dan berbagi air minum yang dilepehkan lagi ke gelasnya.
Setelah video itu viral, ada video beredar tentang permintaan maaf dari dua mahasiswa atas peristiwa tersebut. Pihak kampus juga tak tinggal diam dan langsung bertindak.
Setelah menyampaikan permohonan maaf, pihak kampus siap memberikan tindakan tegas. Bahkan siap melakukan pemecatan jika terbukti melakukan perundungan.Â
Hasilnya, 4 mahasiswa yang berhasil diidentifikasi mendapat hukuman skorsing: 2 orang diskors selama 2 semester, sementara 2 lainnya diskors selama 1 semester.
Pada titik ini, apa yang dilakukan pihak kampus dan dua mahasiswa yang kemudian membuat video untuk meminta maaf adalah sebuah "kemajuan" karena adanya pengakuan terhadap kesalahan dan perilaku yang tidak patut terjadi di dunia akademis.
Tidak berbelit-belit dengan jawaban normatif yang kesannya menutup-nutupi sebagaimana beberapa kejadia sebelumnya. Akui saja kalau ada kesalahan, tak usah berpura-pura. Begitulah kira-kira.
Menyedihkan, tentu saja, sebab sebagian dari peristiwa itu justru berakhir dengan hilangnya nyawa.
Seorang anak, dengan cita-cita besar di pundaknya, menjadi harapan orang tuanya harus mengalami peristiwa tragis yang dilakukan oleh senior, kakak tingkat, atau kakak kelasnya.
Semakin menyedihkan ketika hal itu terjadi justru di dunia pendidikan: sebuah dunia yang harusnya "suci" karena dipenuhi banyak harapan, cita-cita besar, tempat mengasah otak dan pola pikir yang benar.