Anehnya lagi, saat dalam situasi seperti itu masih saja ada orang yang ingin melawak, tapi tak lucu. Gempa dibuat guyonan, meski terdengar agak menyedihkan. Ada pula yang sengaja memanfaatkan penderitaan itu untuk menyerang pihak tertentu yang sedang berseberangan. Atau, jangan memang itu yang diinginkan.Â
Masyarakat dibuat takut, ngeri, dan galau. Lalu pada saat yang bersamaan diselipkanlah informasi yang seakan benar untuk memengaruhi asumsi publik terhadap sesuatu. Hoaks saling berbenturan untuk memasukkan semacam "keyakinan" baru untuk mendiskreditkan pihak tertentu? Bisa jadi.
Semuanya bercampur menjadi satu: ruwet!
Saya pribadi akhirnya menyadari, bahwa saat ini hoaks sudah masuk ke pelosok, menembus sosok lugu yang bahkan tak bisa membaca. Tadinya, saya berpikir itu tidak mungkin. Tapi melihat masifnya kejadian tidur di luar rumah secara bersamaan di Madura, membuat saya sadar, bahwa medsos sudah menjangkiti semua lapisan dan kalangan.
Penyebabnya? Tak lain dan tak bukan adalah generasi gadget yang sembarangan menerima dan menyebarkan informasi. Asal baca lalu dibagikan. Asal mendengar lalu diceritakan. Maka, mulai dari sekarang hentikan! Mari bersama belajar cerdas untuk mengonsumsi informasi dan membagikannya.
Setidaknya, hentikan hoaks itu di hape ada, delete. Pastikan menerima informasi yang benar, terutama dari pihak yang memiliki legitimasi untuk itu. Kalau bencana, ya, info terbaik tetap dari BMKG atau BNPB. Begitu juga dengan yang lainnya.
Kita harus waspada, tentu saja. Tapi itu bukan alasan untuk membuang kewarasan! Mari kita berlindung dari setan dan hoaks yang terkutuk. (M.Af)
#TurnBackHoax
#SalamTenangdanWaspada
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H