|Kemenangan Atas Rasisme, Kesombongan, serta Perilaku Nyinyir Pada Agama Tertentu|
"Ok, pertama-tama aku ingin katakan "Alhamdulillah", Tuhan telah berikanku segalanya, dan aku tahu kalian tidak suka kata ini (Alhamdulillah). Aku akan gebuk bocah jagoan kalian besok malam Insya Allah, tanpa Allah aku tidak bisa apa-apa. Semua tidak berarti apa-apa, dan yg paling penting percaya kepada Allah yg maha Esa"
_____
Sedikit cuplikan dari statement Khabib nurmagomedov itu, menyadarkan kita semua, bahwa kepasrahan kepada Allah setelah segenap usaha dan upaya, insya Allah tidak akan kalah. Akan selalu ada celah untuk membungkam mereka yang suka bedebah. Selain, tentu saja, Khabib memang hebat dan pantang menyerah.
Khabib Nurmagomedov menjadi perbincangan dunia pasca mengalahkan Conor McGregor. Saya terlambat mengikutinya, tapi izinkan saya nyetatus sebagai wujud apresiasi, rasa kagum, dan rasa bangga. Saya tidak suka dengan kekerasan, termasuk menonton hal yang berbau kekerasan. Tak suka nonton tinju, atau acara tarung seperti MMA, yang sering tayang di tvOne atau iNews. Tak mengikuti juga acara yang senada dengan itu.
Maka, saya merasa penasaran ketika ada informasi di grup WA, share dari teman, wall di dinding Facebook, dan beberapa kali sempat melihat iklannya di TV. Semakin tertarik ketika dari informasi itu, saya tahu, bahwa Khabib adalah seorang Muslim.
Rasa penasaran itu mengantarkan saya untuk berselancar di internet, membuka Youtube. Dari sanalah saya melihat, bagaimana Khabib mendapatkan perlakukan rasis dan penghinaan yang luar biasa. Sumpah saya eneg melihat perilaku McGregor yang menjijikkan dan jelas sekali mencederai nilai sportivitas dalam olahraga.
Tak sampai disitu, saya melihat bagaimana McGregor melakukan provokasi dengan fisik dan omongannya yang benar sadis. Khabib diam dan profesional. Pada konferensi pers McGregor tak kalah songong dan tengik. Ia, lagi, rasis dan provokatif. Ngatain Khabib karena tak mau menerima tawaran minum wiski. Bahasa tubuh McGregor juga ngeselin. Saya melihat bagaimana ia sok mabuk dan menaikkan kakinya ke atas meja. Tapi Khabib tetap diam.
Intinya, McGregor benar seperti kerasukan karena kesombongannya. Ia menghina Khabib dengan kata rasis. Tentang agama, negara, dan ayahnya. Tentu saja itu dimaksukan untuk mengerdilkan mental lawan, psy war. Tapi dilihat dari sisi manapun, apa yang dilakukan oleh McGregor sangat berlebihan. Menjijikkan. Saya pribadi merasakan itu.
Saya tidak menonton pertandingannya, tapi ternyata, informasi yang saya terima di Medsos semakin ramai, memberitakan soal kemenangan Khabib yang berhasil mempecundangi McGregor pada ronde keempat. Khabib, seorang Muslim yang garang tapi ramah, benar ngamuk di atas ring. McGregor kewalahan, seperti harimau ompong yang kehilangan akal. Ia seperti tak mendapatkan kesempatan, karena Khabib tampil sangat meyakinkan.
Manuver McGregor dan sorakan penonton tak mampu mengendorkan mental (atau mungkin rasa marah dan muak) Khabib yang tampil semakin garang. Kekuatan, teknik, dan mental menyatu: mampu menghentikan kesombongan McGregor yang rasis di depan ratusan ribu penonton non-Muslim itu!
Kemarahan dan rasa muak Khabib ditunjukkan di lapangan. Melalui jalur kemenangan. Khabib emosional, dan karena itulah ia "menggebuk" tim McGregor yang ketahuan masih berteriak rasis dan menghinanya dari luar ring. Saya melihat betul bagaimana emosionalnya, dan saya membayangkan bagaimana "rasa puas" setelah mempecundangi mereka semua, meski tentu saja banyak yang menyayangkan perilaku buas itu, termasuk ayahnya. Tapi Khabib punya alasannya.
"Tapi dia (McGregor) membicarakan agama saya, negara saya, ayah saya. Ini olahraga terhormat, bukan olahraga adu mulut. Saya ingin mengubah itu. Jangan bicara soal agama dan negara seseorang!" tegasnya.
McGregor, tim, dan pendukungnya diam. Tak lagi banyak bacot seperti sebelumnya. Khabib yang garang tapi ramah memilih diam untuk membuktikan. Kalau saya diperlakukan begitu, -dinyinyiri agama, negara, dan ayahnya-, tentu saja tak akan tinggal diam. Manusia biasa. Khabib terlihat biasa saja, meski saya melihat kemarahan dalam dirinya. Mungkin semangat itu juga yang membuatnya tampil jauh melebihi perkiraan lawannya.
Saya bangga dengan kemenangan itu. Rasa marah dan jijik kepada McGregor seperti terpuaskan ketika ia duduk pasrah meratapi nasib dan kekalahannya. Bukan hanya soal pertandingan saja, tapi bagi saya itu kemenangan atas perilaku rasis, songong, dan congkak. Tentu saja juga kemenangan atas sosok yang nyinyir karena melakukan perilaku dan ketaatan agama tertentu.
Saya semakin rajin ngulik pertandingan itu, melihat video Khabib yang lainnya. Di Youtube, termasuk ketika ia bergulat dengan beruang saat masih kecil. Luar biasa.
Bagi saya, entah kenapa ia tampil seperti seorang pembela agama dan kemanusiaan. Muslim yang spartan. Mengingatkan banyak orang pada sosok seperti Abu Bakar dan Khalid bin Walid.
Rasa kagum saya semakin besar ketika menyaksikan beberapa statementnya yang sangat akrab dan khas. Ia tidak meninggalkan identitas agamanya sebagai seorang Muslim, dan bahkan bangga mempertontonkannya di tengah kumpulan orang yang tak se-agama dengannya. Kita menyebutnya sikap dan perilaku religius. Termasuk juga gaya menunjuk ke atas itu, penuh makna.
Saya kagum atas kalimat yang diucapkan saat sebelum dan sesudah bertanding, dan semua itu tak diucapkan oleh seorang penceramah, melainkan sosok yang garang dan menakutkan saat di dalam Oktagon. Khabib juga mengajarkan seauatu yang penting, bahwa cara terbaik untuk menghormari lawan yang menghinamu adalah dengan mempermalukan mereka melalui prestasi dan kemenangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H