Dirgahayu Republik Indonesia yang diperingati setiap bulan Agustus, barangkali menjadi Hari Kemerdekaan sebuah bangsa yang paling seru, ramai, kompak, bersatu, dan asyik di dunia. Tentu ini bukan hasil penelitian, tapi setidaknya Indonesia selalu masuk dalam jajaran negara di dunia yang paling unik merayakan kemerdekaan negaranya.
Semua orang terlibat, seperti merasakan adanya sebuah pesta. Pesta bangsa. Pesta kebahagiaan. Pesta persatuan dan keutuhan. Jauh-jauh hari, bahkan sudah sibuk dipersiapkan. Jalan-jalan dan tempat-tempat tertentu sudah dihiasi Bendera kebanggaan, dengan kalimat penyemangat dan lampu-lampu hias yang menyejukkan.
Peringatan HUT Kemerdekaan Bangsa Indonesia, meski hanya setahun sekali dirayakan, membuat kita sejatinya tidak perlu risau soal kehidupan berbangsa dan bernegara yang kerap dianggap kacau.
Ketika dari yang paling kotanya kota hingga yang paling kampungnya kampung kita masih melihat Sang Saka berkibar, upara dilakukan dimana-mana, dan hormat kepada bendera adalah niscaya, mestinya kita tak perlu risau.
Ketika masih melihat kemeriahan peringatan kemerdekaan di seluruh pelosok negeri ini, dengan berbagai caranya yang unik dan enerjik, dalam suasana kebersatuan yang asyik, mestinya kita tak perlu risau.
Ketika masyarakat terlibat dalam pelaksanaan lomba-lomba, dikerjakan dan dipersiapkan bersama-sama, gotong royong dan urun rembuk soal format acara dan biaya, mestinya kita tak perlu risau.
Ketika kita masih bisa menyaksikan lomba panjat pinang, lari karung, makan krupuk, sepeda hias, tarik tambang, pukul periuk, gerak jalan, dan ratusan lomba lainnya, lalu diikuti pawai karnaval dengan segenap kemeriahan, mestinya kita tak perlu risau.
Ketika yang tua dan yang muda, yang miskin dan yang kaya, tertawa lepas bersama-sama, mengeluarkan energi positif dan rasa optimis, melebur dalam riuhnya suasana pesta, mestinya kita tak perlu risau.
Lalu atas dasar apa kita sebagai sebuah bangsa yang besar perlu merasa risau? Mengapa pula optimisme masa depan itu harus dikaburkan lalu melihat bangsa ini akan kacau?
Barangkali, orang-orang yang mengatakan seperti itu, tidak pernah merasakan lebur dan merayakan Agustus-an. Memang selalu ada pengecualian, sesuatu yang paradoksal, bahwa kerisauan dan kekacauan bangsa ini diteriakkan oleh mereka yang rumahnya tinggi berpagar, yang apatis dengan dunia luar.
Mereka menganalisa, tanpa merasakan bagaimana geliat hidup rakyat bawah masih terasa. Persatuan, kekompakan, gotong-royong, dan rasa optimisme bukan sesuatu yang langka. Agustus-an adalah bukti nyata, bagaimana semangat itu bukanlah sesuatu yang maya.
Bangsa ini selalu tahu bagaimana merayakan kemerdekaannya dengan cara paling bahagia. Jadi kenapa harus ada risau diantara kita?
Mustafa Afif
Pengusaha Besi Tua
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Sosbud Selengkapnya