Namun akhirnya, blunderdibalas dengan blunder.“Si Putih” yang beberapa kali melakukan blunder,mampu dimanfaatkan dengan baik oleh “Si Merah” sehingga menghasilkan pinalti dan goal bunuh diri. Pada saat bersamaan, karena ketidak-hati-hatian dan bermain kasar, Vidal melakukan blunderdisaat genting dan menentukan. “Si Merah” kasar, dan berbuah kartu merah untuk Vidal.
Peta kekuatan pun berubah. “Si Putih” lebih diunggulkan, bukan karena bermain di kandang saja, tapi karena musuh sudah pincang. Hanya bermain dengan sepuluh orang, tim kesepuluhan. Tentu tak mudah menghadapi kepincangan itu. Sebab ketika posisi kekuatan masih imbang, bisa saja “Si Merah” akan menggempur habis-habisan terutama karena mental sudah terangkat dan secara permainan lebih tersusun rapi. Akhirnya, bermain dengan sepuluh orang, adu kekuatan pun terasa pincang. Tapi itulah permainan. Waktu normal selesai, skor masih bertahan. 2-1, dan akhirnya dilanjutkan di babak tambahan.
Banyak orang bilang, sehebat apapun sebuah tim, akan tetap pincang ketika bermain dengan sepuluh pemain. Ternyata benar, dan petaka pun terjadi. Ronaldo hattrick, melesakkan 3 goal plusAsensio. Marcelo, tampil begitu menawan. Sementara itu, “Si Merah” mulai kehilangan arah, semangat sudah rendah meski tidak menyerah. Apalagi stamina pemain yang cenderung lebih “dewasa”, sulit mengimbangi kegesitan pemain-pemain muda yang dimilik “Si Putih”.
Sampai peluit panjang ditiup, “Si Putih” memastikan kemenangan atas “Si Merah” dengan skor meyakinkan 4-2, sehingga agregat menjadi 6-3. Sama-sama melakukan blunder,tapi “Si Merah” melakukannya dengan cara kasar. Kasar, tentu masih debatable,karena dari tayangan Vidal menandang bola terlebih dulu. Tapi ketika hakim sudah memutuskan, semuanya harus menerima. Kalau wasit menganggap sebagai pelanggaran, apa mau dikata?
Bukan Tentang Pilkada
Tulisan ini tentang bola, bukan tentang Pilkada, yang secara kebetulan juga akan berlangsung beberapa jam setelah laga Real Madrid “Si Putih” Vs Bayern Munich “Si Merah”. Pilkada “lokal”, yang mampu menguras tenaga orang secara nasional. Sama-sama “Si Putih” Vs “Si Merah”, dan sama-sama bertarung untuk leg kedua. Bukan pula soal agama, ini hanya soal preferensi saja. Soal agama maksudnya? Ada Zidane dan Karim Benzema melawan Frank Ribery! Hahaha. Kita masih tinggal di bumi yang bulat. Percayalah! “Gila lo, Ndro. Bola bawa-bawa agama!”.
Apakah hasil pertandingan Liga Champions itu akan menjadi representasi kemenangan di Pilkada, atau anggaplah ia akan menjadi, semacam, isyarat kosmos untuk melihat siapa yang akan melenggang? Tidak mesti, dan tidak tentu. Misteri bola, apakah akan selaras atau tidak dengan misteri Pilkada? Tidak mesti, dan tidak tentu.
Tapi yang penting dan sudah pasti, dalam konteks keindonesiaan tentunya, “Si Merah” dan “Si Putih” tak perlu saling menegasikan. Pendukungnya tak perlu lagi gontok-gontokan,apalagi ini hanya soal bola. Sebab ketika digabungkan, “Si Putih” dan “Si Merah”, akan tercipta harmoni dalam bingkai NKRI, dalam satu kesatuan bernama Bendera Merah-Putih! Tidak lucu, berantemhanya karena perbedaan pilihan klub sepak bola. Karena Zidane bisa manis dengan Don Carlo, dan para pemain dari masing-masing saling bersalaman, akur dan selesai.
Kita Indonesia, Merah-Putih isinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H