Mohon tunggu...
Adjih Mustanir
Adjih Mustanir Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rohingya di Bantai dan di Usir, Aktivis HAM Myanmar Ini Diam Saja

21 Mei 2015   11:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:45 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hingga hari ini ribuan etnis Muslim Rohingya diusir dari negaranya, Myanmar. Mereka kemudian mencari wilayah yang aman, lalu memasuki wilayah Malaysia dan Indonesia. Di Thailand, mereka juga terusir.

Aktivis HAM dari Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (PAHAM) Indonesia Zainudin Paru mempertanyakan aktivis HAM dan perdamaian yang ada di Myanmar.

“Disana kan ada Aung San Suu Kyi, aktivis demokrasi dan HAM. Seharusnya dia tidak mendiamkan persoalan ini. Apalagi sudah mendapatkan nobel perdamaian,” ujar Dewan Pembina PAHAM Indonesia tersebut, Senin (18/5).

Menurut Zainuddin Paru, sebagai penerima Nobel Perdamaian, Suu Kyi memiliki kewajiban moral untuk mengupayakan perdamaian.

“Sebagai penerima nobel perdamaian, Suu Kyi memiliki kewajiban untuk melakukan intervensi kemanusiaan dan penyelesaian konflik secara benar. Apalagi krisis kemanusiaan itu ada di depan matanya, ada di wilayah kekuasaannya,” ujar pengacara senior tersebut.

Menurut Zainuddin Paru, sebenarnya Aung San Suu Kyi memiliki modal politik dan sosial yang cukup untuk membahas persoalan etnis Muslim Rohingya.

“Suu kyi merupakan salah seorang anggota parlemen, dan pemimpin oposisi. Itu adalah modal yang cukup untuk mengimplementasikan visi politik rekonsiliasi nasionalnya, termasuk mengatasi persoalan Rohingya,” terang aktivis kemanusiaan tersebut.

Tidak adanya upaya dari Aung San Suu Kyi untuk menyuarakan hak dari etnis Muslim Rohingya membuat publik akan mempertanyakan kredibilitasnya sebagai penerima nobel perdamaian.

“Bila Suu Kyi hanya terdiam atas penindasan terhadap etnis Rohingya, maka sejatinya dia tak pantas mendapatkan nobel perdamaian tersebut. Apalagi persoalan Rohingya ada di depan matanya dan dalam wilayah kekuasaannya. Karenanya, sudah selayaknya nobel itu dicabut, karena penerimanya tak memiliki visi perdamaian dan kemanusiaan,” pungkas Zainuddin Paru dalam rilisnya.


Komentar

Beginilah standar ganda HAM. Pelanggaran HAM seperti tidak berlaku ketika kaum Muslimin yang mengalami penindasan. Tidak hanya di myanmar, namun juga di seluruh belahan dunia. Kaum Muslimin di usir dan dibantai. Di chechnya, uighur, afrika tengah, dsb

Wahai kaum Muslimin, sadarlah, bahwa HAM dan Demokrasi tak pernah berpihak kepada Islam dan kaum Muslimin. Kembalilah kepada standar Islam. Dengan Quran dan Sunnah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun