Mohon tunggu...
Kimmy ahmad
Kimmy ahmad Mohon Tunggu... Guru - Guru

Penulis jalanan, hanya ingin berbagi tulisan yang disenangi semua orang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Secangkir Kopi Pagi

30 Januari 2022   17:41 Diperbarui: 30 Januari 2022   17:52 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Secangkir kopi pagi

***************


SESEKALI kopi itu terserap dari mulutku. melewati tenggorokan di setiap kepahitan hidup masuk ke dalam lambung pencernaan. Dalam benak ada beberapa hal yang membuat pagi ini terasa nikmat. Bukan karena mendung yang datang melainkan dirimu yang hadir dalam segelas kopi saat kau hadir membawa terang.

Aku hirup lagi kopi tersebut yang masih keluar asap. Rasanya yang kedua kok agak manis mungkin setelah ku aduk jadi gulanya mencampur. Memoriku mengenang pada 3 tahun yang lalu pada Laila, gadis yang mengisi kosongnya hatiku. Saat itu kami berpegangan erat mengucapkan janji dikedai kopi. Tangan kami tak mau dipisahkan, tatapan penuh cinta beradu pandang. Laila mengucapkan cinta yang luar biasa, dia tidak bisa hidup tanpaku. 

Akupun sama tidak mampu hati ini lepas darinya. Setelah disaksikan kopi kami pulang. Namun 3 bulan berikutnya ketika kembali ke kedai kopi Laila terlihat sedih, dia mengungkapkan kalau orang tuanya mau menjodohkan dengan anak rekan bisnis. Laila tidak bisa menolak karena bapak laila hutang yang banyak pada orang tersebut. Ini sama dengan kisah Siti Nurbaya modern, aku bingung dan kecewa, bagaumanapun aku tidak ikhlas melepas dia. 

Tapi aku masih peduli dengan Laila, ketika dia mengajak nekad aku tolak mentah - mentah karena itu bukan solusi. Aku masih punya iman dan budaya timur, Karena tidak ada jalan keluar akhirnya kami berpisah. Laila dengan berat hati dan kecewa padaku memilih pilihan orang tuanya. Sedang aku berlarut dalam kesedihan.

Satu tahun setelah perpisahan tiba - tiba di depan rumah ada kuris pos mengirim kartu undangan, setelah kubuka ternyata undangan pernikahan Laila, dia menginginkan aku datang. Sedih rasanya melihat undangan tersebut tapi setelah kubolak - balik hatiku, hasilnya aku akan datang untuk yang terakhir kali melihat Laila bahagia walau dengan orang lain.


Malam resepsi telah tiba, aku datang pada acara perkawinan itu. Dari kejauhan kau terlihat cantik seperti ratu cleopatra. Di sebelah, suamimu dengan gembira menyalami tamu undangan yang datang. Tapi Laila terlihat sedih, sangat kelihatan dari raut mukanya. Aku bisa merasakan. Tiba saatnya aku maju kedepan untuk salaman, ketika kamu kelihatan mencari - cari seseorang, Apakah itu aku..?

Aku maju mengantri, tiba - tiba tidak sengaja orang tua di depanku jatuh pingsan entah kenapa. Aku tolong ibu tersebut di mana dia membawa mobilnya, setelah aku taruh di mobil, aku membatalkan diri untuk mengucapkan selamat pada Laila.
Biarlah aku tidak mau mengganggu upacara sakralmu, aku bawa saja perasaan ini ke tempat sunyi. Tempat yang jauh dari kenangan bersamamu.


Sekarang di kedai kopi ini aku masih sendiri, melupakan cinta pada Laila sangat susah dihilangkan.
"Mas, Jarwo ya" tanya pelayan kedai.
" Ya betul, ada apa" jawabku.
" ini ada surat dari mbak.Laila" katanya.
Dengan cepat kuterima surat itu, setelah mengucapkan terimakasih.
Langsung kubuka isinya "
Jarwo,cinta pertamaku..

Ketahuilah sampai sekarang aku masih mencintaimu, sampai kapanpun aku tidak bisa melupakanmu. Kenapa kamu tidak datang di undangan pernikahanku.? Ya.. paling kamu sudah benci padaku, aku mengerti, aku yang salah. Untuk menebus rasa bersalahku, aku tidak mau tinggal lagi bersama suamiku, pernikahan ini karena status belaka dan orang tua terikat dengan hutang jasa.
Sekarang Lailamu terbang jauh, tidak ada lagi kebahagiaan. Aku akhiri hidup ini dengan membawa cintamu ke kehidupan lain. Dan aku titipkan anakku dengan namamu " Putra Jarwo ksatria diraja". Semoga dia kelak sepertimu, lelaki yang menjadikan diriku bahagia seutuhnya.
Lailamu malang.
 
Aku tak percaya, dengan surat yang kubaca.begitu tragisnya nasibmu Laila, aku masih merenung dengan ditemani secangkir kopi pahit. Cinta memang kau mesterius dan menghanyutkan.seperti kopi yang kurasakan rasanya membawa kesedihan panjang. Tak terasa air mataku menetes.
 
_Kimmyahmad_
Surabaya, 30 Jan 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun