Perbincangan masyarakat tentang polisi tidur masih seru bila dibahas. Jabatan polisi yang satu ini, prestasinya layak diacungi jempol karena sejajar dengan jabatan Kapolri jujur, Jenderal Hoegeng. Bekerja tak dibayar dan ikhlas dilindas orang. Tapi keikhlasannya kerap jadi polemik. Opini-opini liar beredar di masyarakat ketika pembangunan polisi tidur bak pembangunan Candi Prambanan yang tiba-tiba jadi semalam. Katanya polisi tidur yang dibangun tidak sesuai aturan. Lalu sebenarnya, bagaimana sih aturan tentang Polisi tidur?
Polisi tidur dibangun untuk tujuan keselamatan, baik itu tujuan keselamatan si pengendara maupun keselamatan pengguna jalan lainnya seperti pejalan kaki, tukang bakso, maupun tukang parkir liar. Jadi harus dibuat sedemikian rupa demi melindungi seluruh elemen pengguna jalan. Sehingga secara nalar, polisi tidur di berbagai titik di ruas jalan Indonesia bahkan dunia, baik di jalan besar maupun jalan kecil, memang kita butuhkan.
Peraturan Menteri Perhubungan RI nomor 48 tahun 2023 tentang alat pengendali dan pengaman pengguna jalan menjadi landasan hukum pembuatan polisi tidur. Dan Keputusan Dirjen Perhubungan Darat nomor KP-DRJD 7197 Tahun 2023 tentang Pedoman Teknis Alat Pengendali dan Pengaman Pengguna Jalan menjadi landasan teknis terkait pembangunannya.
Peraturan Menteri Perhubungan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan tanggal 13 Oktober 2023. Yang berarti sudah menginjak usia 1 tahun, ya walaupun ada peraturan sebelumnya yang sama tapi digantikan oleh peraturan ini.
Dari peraturan ini, kita dapat bahwa yang biasa kita sebut polisi tidur, masuk dalam kategori Alat Pengendali Pengguna Jalan Pembatas Kecepatan, terdiri dari Speed bump, speed hump dan speed table. (Ini peraturan yang ada di negara Indonesia, tapi penyebutannya kok pakek bahasa enggres yaa.….)
Beda antara 3 nama lain polisi tidur tersebut terletak pada kecepatan operasionalnya. Yaitu kecepatan rata-rata orang saat melintasi jalan tersebut. Speed bump untuk jalan dengan kecepatan operasional di bawah 10 km/jam. Sehingga cocok dibangun di area parkir, jalan privat, atau jalan lingkungan. Speed hump untuk kecepatan operasional di bawah 20 km/jam, cocok dibangun pada jalan lokal dan jalan lingkungan. Lalu Speed table untuk jalan dengan kecepatan operasional 40 km/jam.
Dalam peraturan ini, juga ada alat yang berfungsi untuk mengurangi kecepatan kendaraan selain polisi tidur, yaitu pita penggaduh atau garis kejut. Garis kejut selain untuk mengurangi kecepatan kendaraan, lebih spesifik dia berfungsi untuk mengingatkan pengemudi tentang objek di depan. Biasanya garis kejut ini dibangun di jalan besar seperti jalan tol atau jalan utama yang kecepatan operasionalnya diatas 40 km/jam.
Secara terperinci, antara polisi tidur dan garis kejut memiliki ketentuan bahan, bentuk, ukuran, kombinasi warna, dan jarak pemasangan yang berbeda. Polisi tidur dengan spesifikasinya paling rendah memiliki tinggi 5 cm dan paling tinggi 10 cm sedangkan garis kejut hanya memiliki tinggi maksimal 1,3 cm. Dengan ketinggian demikian, polisi tidur akan membuat kecepatan pengendara akan menurun drastis ketika dilewati, sedangkan garis kejut tidak akan membuat kecepatan pengendara menurun drastis tapi tetap akan membuat pengendara lebih waspada. Selain itu, warnanya pun berbeda, jika polisi tidur dicat kuning hitam, garis kejut dicat putih. Artinya garis kejut tidak dirancang untuk mencuri perhatian berlebih dari pengendara, sehingga tidak menghilangkan fokus pengendara dengan kecepatan tinggi.
Kita ambil contoh disekitar stasiun Arjasa, di jalan raya sebelum rel yang memotong jalan, diinstal garis kejut. Nahh ini bener… Tapi misal di tempat tersebut malah diberi polisi tidur dengan spesifikasi ketinggian 10 cm, maka akan membahayakan. Karena di jalan tersebut merupakan jalan yang memiliki kecepatan operasional diatas 40 km/jam, dengan kecepatan diangka tersebut,  polisi tidur akan membuat goncangan yang hebat dan akan mengurangi kecepatan secara tiba-tiba. Itulah mengapa garis kejut lebih cocok dipasang disana. Karena fungsinya memberi peringatan bahwa didepan ada rel kereta, sehingga pengendara dapat waspada dengan mengurangi kecepatan sedikit demi sedikit, tanpa kehilangan fokusnya.
Semoga para pembaca sudah mengerti beda dan urgensinya antara polisi tidur dan garis kejut. Sekarang kita akan membahas siapa saja yang berhak membuat polisi tidur dan atau garis kejut ini. Pernahkan pembaca melewati jalan desa lalu mendapati polisi tidur yang buanyakkk sekali dan sangat menjulang tinggi seperti ekspektasi calon mertua. Pas ditanya ke warga sekitar, ternyata yang bangun adalah pak mamat menantunya pak RT, katanya para pemotor mengganggu tidur cucunya pak RT kalau lewat, sehingga dibuatlah polisi tidur berjejer 3 dengan ketinggian setara dengan puncak piramid. Tak ayal ini membuat heboh warga desa tersebut.
Perlu diketahui bahwa dalam peraturan ini, Alat pengendali dan pengaman pengguna jalan harus dibuat atas dasar izin Menteri Perhubungan untuk jalan nasional, Gubenur melalui Dinas Perhubungan Provinsi untuk jalan provinsi, Bupati melalui Dinas Perhubungan Kabupaten untuk jalan kabupaten dan jalan desa.