Pendahuluan
Pendudukan Jepang di Indonesia pada 1942 hingga 1945, meskipun singkat, membawa perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk sistem hukum. Masa ini meninggalkan jejak yang berpengaruh dalam evolusi hukum di Indonesia, meskipun Jepang hanya berkuasa sekitar tiga tahun. Jepang tidak hanya menggantikan dominasi hukum kolonial Belanda, tetapi juga memperkenalkan sejumlah perubahan administratif yang, secara tidak langsung, berkontribusi pada pembentukan sistem hukum Indonesia setelah kemerdekaan. Artikel ini mengkaji evolusi hukum pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, konteks historisnya, perubahan yang diterapkan, serta dampak jangka panjangnya terhadap sistem hukum Indonesia.
Konteks Historis Pendudukan Jepang di Indonesia
Pada tahun 1942, Jepang berhasil mengalahkan Belanda dan menduduki wilayah Hindia Belanda (kini Indonesia) selama Perang Dunia II. Pendudukan Jepang di Asia Tenggara merupakan bagian dari agenda mereka untuk membentuk "Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya," yang bertujuan untuk membebaskan negara-negara Asia dari kolonialisme Barat. Di Indonesia, Jepang ingin menggantikan pengaruh Belanda dan mengambil alih seluruh kekuasaan administratif dan politik. Hal ini termasuk dalam bidang hukum, di mana Jepang memanfaatkan aturan yang ada sambil menyesuaikannya dengan kepentingan militer dan strategis mereka.
Tonggak-Tonggak Penting dalam Perkembangan Hukum Era Jepang
1. Penghapusan Hukum Kolonial Belanda secara Parsial
  Pendudukan Jepang memulai era baru dengan menghapus sebagian besar sistem hukum Belanda yang masih berlaku. Beberapa regulasi hukum Belanda yang dianggap tidak sesuai dengan kebijakan Jepang dihapus atau diadaptasi, sementara hukum adat tetap dipertahankan dan bahkan diperkuat. Pendekatan ini memberikan kesempatan bagi hukum lokal untuk muncul di samping hukum asing, yang kelak menjadi bagian dari pluralisme hukum di Indonesia.
2. Pembentukan Badan Peradilan Baru
  Jepang mengganti beberapa pengadilan kolonial Belanda dengan badan peradilan baru, yang dikenal sebagai Gun Seih Kaikan (Pengadilan Perdata Daerah), Shih Kaikan (Pengadilan Perdata Tingkat Kedua), dan Kaik Saibanjo (Pengadilan Distrik). Pengadilan ini tetap mempertahankan beberapa struktur peradilan Belanda tetapi dikendalikan oleh Jepang dan berorientasi untuk melayani kebutuhan perang Jepang. Sebagian besar administrasi hukum juga dikendalikan oleh militer Jepang yang memiliki kewenangan absolut dalam menangani kasus-kasus tertentu.
3. Pemberlakuan Hukum Militer Jepang
  Salah satu perubahan utama yang dibawa Jepang adalah penerapan hukum militer secara ketat di seluruh wilayah Indonesia. Hukum ini diterapkan dengan pengawasan ketat dari kepolisian militer Jepang (Kenpeitai), yang berwenang menangani berbagai pelanggaran hukum sipil maupun militer. Kenpeitai memiliki kekuasaan besar dalam menangani kejahatan yang dianggap mengancam stabilitas pemerintahan Jepang, dan ketatnya penerapan hukum ini sering kali menyebabkan rasa ketakutan di masyarakat. Hukum militer Jepang dikenal sangat represif, termasuk kebijakan kerja paksa (romusha) yang melibatkan ribuan rakyat Indonesia.