Mohon tunggu...
Mustafa Layong
Mustafa Layong Mohon Tunggu... Pengacara - Penggiat Pers

Menulis biar ingatan tak tumpah

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Kematian Afif dan Trial by The Press

5 Juli 2024   13:24 Diperbarui: 5 Juli 2024   16:22 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Tragedi kematian Afif Maulana, anak laki-laki berusia 13 tahun viral beberapa pekan terakhir. Ada dugaan dia tewas usai mengalami penyiksaan. Jenasanya ditemukan di bawah Jembatan Kuranji, Kecamatan Kuranji, Kota Padang, Sumatera Barat pada 9 Juni lalu. 

Warganet heboh bukan semata-mata karena alasan kematian yang janggal. Tapi bagaimana cara kepolisian merespon kecurigaan warga. Sebagai pihak yang mestinya mengungkap kasus secara transparan, akuntabel dan profesional, justru terkesan lebih peduli pada citra kelembagaan.

Lalu muncul istilah "trial by the press" yang dialamatkan pada media dan narasumbernya. Menurut Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Barat Inspektur Jenderal Suharyanto, orang yang mem-viralkan kasus kematian Afif sudah melakukan trial by the press karena memberikan testimoni kepada pers sebelum ada bukti -mungkin hasil penyelidikan atau penyidikan- yang cukup dan menyudutkan institusi kepolisian.

Informasi-informasi publik itu menjadi bahan bagi media-media untuk mengulik penyebab kematian Afif. Kemudian dianggap sebagai peradilan oleh pers karena mengungkap kronologi kematian yang berbeda dengan klaim kepolisian. Kata pihak berwajib, Afif tewas karena terjatuh dari jembatan atau melompat. Tapi media kebanyakan juga memberitakan versi yang lain.

Apa itu trial by the press?

Trial by the press secara umum merujuk pada proses di mana media massa menyoroti suatu kasus atau peristiwa tertentu sering kali menciptakan opini publik dan membentuk praduga bersalah atau sebaliknya terhadap orang atau pihak tertentu mendahului vonis hakim. Mungkin salah satu contohnya ketika proses persidangan kasus kopi sianida pada 2016 lalu. Semua tahapan jalannya persidangan disiarkan secara lansung dan sedikit banyak memengaruhi pendapat umum yang mempersepsikan kesalahan pada Jessica, bahkan sebelum putusan dijatuhkan.

Ketika jurnalis atau sarjana hukum di Amerika Serikat menggunakan istilah trial by the press biasanya digunakan dalam konteks publisitas sebelum persidangan, dan hak kebebasan berekspresi yang dilindungi oleh amandemen pertama konstitusi mereka berseberangan hak fair trail pada amandeman keenam. Sehingga setiap jalannnya peradilan akan selalu mendapat ruang yang cukup untuk peliputan, sampai ada kondisi yang cukup penting dan relevan barulah hakim akan melarang. Bahkan jika dirasa suatu pemberitaan dapat mempengaruhi keputusan para juri, maka hakim biasanya meminta agar para juri tidak mengonsumsi publikasi berita selama proses persidangan.

Di Indonesia sendiri istilah trial by the press terkadang digunakan dalam berbagai sudut pandang lain, erat kaitannya dengan kultur budaya masyarakat yang menentang keras gosip, fitnah, dan bentuk pencemaran nama baik lainnya. Warisan otoriterianisme juga memberi pengaruh.

Kemerdekaan Pers dalam Pengungkapan Kasus

Dalam kasus kematian Afif, media memiliki peran yang sangat penting untuk mencari kebenaran yang terkunci di balik tembok gedung aparat. Publik membutuhkan lilin kecil yang bisa memberi sedikit penerangan untuk berjalan di tengah gulita proses penegakan hukum. Apalagi ada dugaan Afif tewas tidak wajar. Dianiaya belasan orang dewasa, aparat pula.

Ihwal pemberitaan kasus kematian Afif yang diduga akibat penganiayaan merupakan tugas pers. Sebab jurnalis dan media harus menyajikan data dan perspektif yang lurus dari berbagai sumber, meski terkadang berbeda dari klaim otoritas. Fakta-fakta yang diuraikan dalam pemberitaan diperlukan untuk mengawasi kinerja kepolisian agar tetap profesional dan menjamin terwujudnya keadilan.

Pers menjalankan peranan melakukan penawasan, kritik, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan untuk kepentingan umum (Pasal 6 d UU Pers).  Media berperan mengabarkan informasi dan mengembangkan pendapat umum dari sumber-sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Pers secara etika wajib menghormati praduga tidak bersalah. Sama halnya penyidik yang hanya bisa menyangka. Sekali lagi, dugaan hanyalah sebatas dugaan. Vonis akhir ada ditangan yang mulia hakim.

Konstitusi kita, Amandemen kedua UUD 1945 memberikan jaminan hak kebebasan berekspresi dan kemerdekaan pers sebagai salah satu cabang hak asasi itu.  "Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia (Pasal 28F)."

Pers, masyarakat, dan pemerintah memiliki hubungan erat dalam sistem negara demokrasi. saling mengawasi dimana masyarakat mengawasi pemerintah melalui pers (Prof Bagir Manan. 2012). Satu sisi pemerintah memiliki kekuasaan untuk melakukan kontrol dan pengawasan terhadap masyarakat, tetapi jika masyarakat tidak dapat mengawasi pemerintah, akan menuju pada pemerintahan yang sewenang-wenang dan menindas. Demikian pula sebaliknya.

Pengawasan publik dibutuhkan dalam rangka untuk mencapai pelaksanaan pemerintahan yang bersih, efektif dan efisien, salah satunya melalui media massa. Pelaksanaan tugas pemerintahan termasuk kinerja kepolisian dalam proses pengusutan kasus. Penyidik memiliki otoritas melakukan penyidikan dan menentukan tersangka, tapi tidak boleh menutup ruang adanya koreksi dan pengawasan dari publik. 

Terlepas dari itu, pers harus menjalankan perannya dengan kehati-hatian, menjunjung tinggi profesionalisme dan kode etik jurnalistik menghindari terjadinya trail by the press. Media massa harus menjalankan perannya mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar, menghormati martabat dan menghindari praduga bersalah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun