AI pelukisnya, Ovious, membuat lukisan itu dengan meniru gaya seniman Rembrandt van Rijn. Dalam proses pembuatannya, para ahli yang terlibat seperti Hugo Caselles-Dupre, Pierre Fautrel dan Gauthier Vernier, menggunakan metode generative adversarial network (GAN) dengan memasukkan lima belas ribu lukisan manusia dari abad ke-14 hingga abad ke-20 untuk dipelajari.
Badan pelelangan yang mengatur penjualan lukisan tersebut juga mengungkapkan, meskipun lukisan yang dihasilkan masih jauh ketimbang apa yang bisa diciptakan oleh manusia, namun harus tetap diakui bahwa ini merupakan sebuah langkah besar dan berani bagi AI.
Dua contoh di atas telah membuktikan bahwa kecerdasan buatan atau AI akan terus berkembang dan menggapai apa yang sebelumnya dianggap mustahil. Meskipun begitu, di balik setiap kecanggihan yang dicapai oleh sebuah teknologi, tetap ada tangan dan kecerdasan manusia yang membuatnya menjadi mungkin.
Oleh karena itu, daripada terus mengkhawatirkan masa depan distopia seperti yang digambarkan oleh film-film fiksi-sains, manusia juga harus terus berkembang dan berusaha meningkatkan kemampuan dirinya agar tetap dapat berdampingan dengan kecanggihan teknologi.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H