Ketika ICMI dibentuk dan menarik perhatian intelektual muslim seperti Amien Rais, BJ Habibie, Gusdur menolak untuk bergabung. Bahkan Gusdur membentuk Forum Kebangsaan yang dihadiri berbagai tokoh komunitas religious dan berbagai organisasi social. Kekuatan Forum Kebangsaan ini kemudian diperhitungkan sehingga pertemuan menjelang tahu 1992 kemudian dihentikan menjelang Pemilu 1992.
Gagasan mengembangkan pemikiran kemudian menghinggapi nahdiyin-nahdiyin muda. 20 tahun kemudian nahdiyin-nahdiyin muda NU kemudian mewarnai berbagai perkembangan politik kontemporer. Nahdiyin-nahdiyin muda NU fasih membaca kitab kuning sebagai tradisi ketat di pesantren. Namun mampu menguraikan berbagai perkembangan globalalisasi dengan perkembangan pemikiran liberalisasi, pendekatan sosialisme dengan rinci dan runut.
Sehingga tidak salah kemudian Fiqh Hijau sebagai panduan melihat kerusakan sumber daya alam dengan pendekatan islam.
Dalam persoalan kebangsaan, keragaman, kemanusiaan, keteladanan Riyanto sebagai martir banser NU yang menyelamatkan bom Gereja Eben Haezer, Mojokerto pada malam Natal, 24 Desember 2000 merupakan wajah NU dalam zaman kekinian.
Keteladanan Gusdur sudah membumi kepada lapisan NU sehingga seorang Riyanto kemudian rela mengorbankan jiwanya untuk kemanusiaan.
Kisah heroic Riyanto merupakan keteladanan dari seorang nahdiyin yang jauh dari hingar-bingar politik Jakarta. Riyanto merupakan potret wajah Islam yang teduh yang menempatkan kemanusiaan, keragaman tanpa harus menghilangkan identitas islam. NU kemudian menemukan wajahnya ditengah “Carut marutnya” tuduhan menyakitkan, persoalan kebangsaan maupun ancaman keragamanan.
Kisah heroic Riyanto memberikan kesempatan kita untuk sejenak mengheningkan cipta. Mengenang pengorbanan jiwa Riyanto untuk kemanusiaan. Keteladanan yang belum bisa kita lakukan.
Warisan sesungguhnya Gusdur adalah menempatkan nahdiyin sebagai kader-kader yang ketat tradisi kitab kuning namun membaca kebangsaan, kemanusiaan dan keragamanan dengan pendekatan kultural. Warisan yang 20 tahun yang dirintisnya sejak menjadi Ketua Tanfiziah NU. Warisan Gusdur yang dirasakan oleh masyarakat Indonesia.
Salam Takzim untukmu, Gus. Kami kehilanganmu.
Data dari berbagai sumber
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H