Mohon tunggu...
Musri Nauli
Musri Nauli Mohon Tunggu... Administrasi - Media Ekspresi untuk melihat problema hukum, gejala-gejala sosial dan alam kosmologi Rakyat Indonesia

Saya mencatat peristiwa disekitar saya yang sering diperlakukan tidak adil. Dari kegelisahan saya, saya bisa bersuara. Saya yakin, apa yang bisa saya sampaikan, akan bermakna suatu hari nanti.\r\nLihat kegelisahan saya www.musri-nauli.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Warisan Gus Dur

26 Desember 2016   11:12 Diperbarui: 26 Desember 2016   11:16 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketika ICMI dibentuk dan menarik perhatian intelektual muslim seperti Amien Rais, BJ Habibie, Gusdur menolak untuk bergabung. Bahkan Gusdur membentuk Forum Kebangsaan yang dihadiri berbagai tokoh komunitas religious dan berbagai organisasi social. Kekuatan Forum Kebangsaan ini kemudian diperhitungkan sehingga pertemuan menjelang tahu 1992 kemudian dihentikan menjelang Pemilu 1992.

Gagasan mengembangkan pemikiran kemudian menghinggapi nahdiyin-nahdiyin muda. 20 tahun kemudian nahdiyin-nahdiyin muda NU kemudian mewarnai berbagai perkembangan politik kontemporer. Nahdiyin-nahdiyin muda NU fasih membaca kitab kuning sebagai tradisi ketat di pesantren. Namun mampu menguraikan berbagai perkembangan globalalisasi dengan perkembangan pemikiran liberalisasi, pendekatan sosialisme dengan rinci dan runut.

Sehingga tidak salah kemudian Fiqh Hijau sebagai panduan melihat kerusakan sumber daya alam dengan pendekatan islam.

Dalam persoalan kebangsaan, keragaman, kemanusiaan, keteladanan Riyanto sebagai martir banser NU yang menyelamatkan bom Gereja Eben Haezer, Mojokerto pada malam Natal, 24 Desember 2000 merupakan wajah NU dalam zaman kekinian.

Keteladanan Gusdur sudah membumi kepada lapisan NU sehingga seorang Riyanto kemudian rela mengorbankan jiwanya untuk kemanusiaan.

Kisah heroic Riyanto merupakan keteladanan dari seorang nahdiyin yang jauh dari hingar-bingar politik Jakarta. Riyanto merupakan potret wajah Islam yang teduh yang menempatkan kemanusiaan, keragaman tanpa harus menghilangkan identitas islam. NU kemudian menemukan wajahnya ditengah “Carut marutnya” tuduhan menyakitkan, persoalan kebangsaan maupun ancaman keragamanan.

Kisah heroic Riyanto memberikan kesempatan kita untuk sejenak mengheningkan cipta. Mengenang pengorbanan jiwa Riyanto untuk kemanusiaan. Keteladanan yang belum bisa kita lakukan.

Warisan sesungguhnya Gusdur adalah menempatkan nahdiyin sebagai kader-kader yang ketat tradisi kitab kuning namun membaca kebangsaan, kemanusiaan dan keragamanan dengan pendekatan kultural. Warisan yang 20 tahun yang dirintisnya sejak menjadi Ketua Tanfiziah NU. Warisan Gusdur yang dirasakan oleh masyarakat Indonesia.

Salam Takzim untukmu, Gus. Kami kehilanganmu.

Data dari berbagai sumber

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun