Mohon tunggu...
Musri Nauli
Musri Nauli Mohon Tunggu... Administrasi - Media Ekspresi untuk melihat problema hukum, gejala-gejala sosial dan alam kosmologi Rakyat Indonesia

Saya mencatat peristiwa disekitar saya yang sering diperlakukan tidak adil. Dari kegelisahan saya, saya bisa bersuara. Saya yakin, apa yang bisa saya sampaikan, akan bermakna suatu hari nanti.\r\nLihat kegelisahan saya www.musri-nauli.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hak Prerogatif yang Profesional

15 Oktober 2016   09:20 Diperbarui: 15 Oktober 2016   09:56 711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jumat lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik Ignasisus Jonan (Jonan) dan Achandra Tahar (Archandra) sebagai Menteri dan Wakil Menteri ESDM. Sebagai pemegang hak preogratif,  Jokowi mempunyai hak untuk mengangkat dan memberhentikan Menteri. Hak ini melekat kepada Jokowi sebagai Presiden berdasarkan konstitusi.

Dalam praktek ketatanegaraan, hak preogratif diberikan kepada Presiden sebagai Kepala Pemerintahan untuk melakukan sesuatu bertujuan agar Pemerintahan dapat membangun kesejahteraan bagi rakyat. Mahfud menyebutkan “tanpa memerlukan persetujuan lembaga lain”.

Dalam sistem Pemerintahan Republik, konstitusi kemudian menempatkan Presiden selain sebagai Kepala Pemerintahan juga bertindak sebagai Kepala Negara. Hak preogratif sebagai Kepala Negera melekat seperti “mengangkat duta,Presiden memberi grasi dan rehabilitasi, memberi amnesti dan abolisidan  memberi gelar, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan”.

Hak ini kemudian tetap dipertahankan dengan menambahkan kontrol dari berbagai lembaga lain. Seperti ” mengangkat dutadengan memperhatikan pertimbangan DPR,

memberi grasi dan rehabilitasi, memberi amnesti dan abolisidengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agungdan memberi gelar, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang.

Berbagai polemik terhadap ”hak preogratif” Presiden sering mewarnai wacana diskusi publik. Penonaktifan Jenderal Bimantoro sebagai Kapolri di masa Presiden Abdurrahman Wahid (Gusdur) menimbulkan persoalan konstitusional. Gusdur menganggap pemberhentian Jenderal Bimantoro merupakan hak preograrif berdasarkan UU No. 28 tahun 1997. Sedangkan parlemen menganggap Gusdur harus merujuk kepada TAP MPR No. VI/MPR/2000 yang mengatur tentang ”Pengangkatan dan pemberhentian Kapolri” harus memerlukan persetujuan DPR.

Dunia politik dan hukum kemudian ”geger” ketika Yusril Ihza Mahendra (Yusril) ditetapkan oleh Jaksa Agung Hendarman Soepandji. Yusril kemudian ”mempersoalkan” Jaksa Agung yang tidak dilantik kembali sebagai anggota Kabinet SBY jidil II.

MK kemudian memberikan tafsiran terhadap Jaksa Agung yang menjadi bagian dari anggota kabinet Menteri sehingga terhadap Hendarman Soepandji haruslah diangkat lagi sebagai Jaksa Agung.

Secara terpisah hak preogratif Presiden Jokowi mengenai pengangkatan dan pemberhentian selain sudah ditegaskan didalam konstitusi, Namun publik mempunyai kontrol dan mengetahui ”rekam jejak” dari Menteri yang diangkat maupun diberhentikan.

Dengan semangat ”aura” hasil pilpres 2014, Jokowi ”meyakinkan publik” dengan pengangkatan nama-nama Menteri yang disodorkan. Pada komposisi anggota kabinet periode pertama, masuknya nama Puan Maharani tidak terlepas dari kritik yang mempertanyakan ”rekam jejak” dan kemampuan di Kementerian. Namun nyaris tidak terdengar suara apapun dari Jokowi baik terhadap kinerja maupun kemampuan Puan didalam struktur Kementerian yang dipimpinnya. Puan masih ”aman” dari pergantian kabinet.

Memasuki periode kedua, terpentalnya ”Andi Widjajanto” teman Jokowi di tim pemenangan Pilpres 2014. Tidak ada satupun penjelasan yang diterima publik selain ”bisik-bisik politik”, Andi Widjajanto  ”dianggap” menutup pintu terhadap jaringan politik. Yang namanya ”bisik-bisik politik” tentu saja sulit dibuktikan kebenarannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun