Mohon tunggu...
Musri Nauli
Musri Nauli Mohon Tunggu... Administrasi - Media Ekspresi untuk melihat problema hukum, gejala-gejala sosial dan alam kosmologi Rakyat Indonesia

Saya mencatat peristiwa disekitar saya yang sering diperlakukan tidak adil. Dari kegelisahan saya, saya bisa bersuara. Saya yakin, apa yang bisa saya sampaikan, akan bermakna suatu hari nanti.\r\nLihat kegelisahan saya www.musri-nauli.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menulis

1 Agustus 2016   20:27 Diperbarui: 1 Agustus 2016   20:34 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir-akhir ini, saya sering “kesal” membaca status di FB, twitter, laporan, narasi bahkan pengajuan skripsi (untung aja tidak tesis). Kekesalan dimulai dari penggunaan tanda baca, tema yang ditawarkan, hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lain, ide yang berserakan hingga penulisan yang mengganggu makna.

Yang menulis tidak hanya masyarakat kebanyakan. Bahkan “oknum” (kok pakai oknum, ya) di Pemerintahan, ketua partai, “oknum” anggota DPRD (lagi-lagi pakai oknum), timses, mahasiswa hingga masyarakat kebanyakan.

Bayangkan. Bagaimana mau membaca dengan baik, membaca tulisan sampai tiga baris tidak menggunakan tanda baca (entah koma atau titik), penggunaan tanda baca yang “tidak pas”, penggunaan capital, penggunaan imbuhan, bahkan terkadang bahasa lisan kemudian “dijadikan” bahasa tulisan.

Dari elaborasi yang saya tangkap, maka saya kemudian berusaha “memotret” terhadap kesalahan fatal yang semestinya tidak perlu terjadi.

Pertama. Judul. Didalam menulis untuk opini, status di FB/twitter tentu saja berbeda dengan judul untuk karya ilmiah, laporan, riset ataupun untuk tulisan “sedikit serius”.

Entah “terlalu semangat’, Judulnya “cukup keren” namun melupakan kaidah-kaidah penulisan sesuai dengan panduan menulis menurut Bahasa Indonesia.

Judul merupakan “identitas’. Pilihan kalimat “bombastis” kadang diperlukan untuk “menarik minat pembaca”. Namun judul diperlukan sebagai bahan pilihan (standing) dari penulis.

Menulis judul untuk “novel” ataupun sastra tentu saja berbeda dengan tulisan opini ataupun ilmiah popular.

Untuk ilmiah popular ataupun opini, diusahakan “padat”, tegas, pendek namun tetap menarik minat pembaca.  Usahakan “menghindarkan” istilah asing. Apabila tidak bisa dihindarkan, maka berikan catatan kaki, sehingga pembaca diberikan kesempatan untuk menentukan. Apakah mau meneruskan membaca ataupun menghentikan minat pembaca.

Kadangkala kita tidak bisa memisahkan Judul untuk presentasi dengan judul untuk bahan tulisan. Tentu saja judul di bahan presentasi menggunakan powerpoint “diusahakan” 3-4 kalimat. Menggigit.

Saya pernah melihat bahan presentasi dari lembaga nasional, hanya “copy paste” bahan tulisan kedalam powerpoint. Sangat mengganggu. Sehingga “terkesan” penggunaan powerpoint cuma “tempelen”. Sayang sekali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun