Mohon tunggu...
Musri Nauli
Musri Nauli Mohon Tunggu... Administrasi - Media Ekspresi untuk melihat problema hukum, gejala-gejala sosial dan alam kosmologi Rakyat Indonesia

Saya mencatat peristiwa disekitar saya yang sering diperlakukan tidak adil. Dari kegelisahan saya, saya bisa bersuara. Saya yakin, apa yang bisa saya sampaikan, akan bermakna suatu hari nanti.\r\nLihat kegelisahan saya www.musri-nauli.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Ada Apa dengan Ahli Hukum

10 Maret 2015   14:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:52 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Harus disadari, problema utama dari persoalan ini disebabkan kurikulum kampus yang “kurang menempatkan fungsi hukum untuk menjadi solusi di tengah persoalan di tengah masyarakat. Kampus justru menjadi “mesin pencetak' penghapal pasal-pasal dari UU.

Lihatlah. Bagaimana praktisi hukum “lebih mudah menyebutkan pasal-pasal” daripada menterjemahkan makna hakiki dari peraturan yang disebutkan. Mereka mudah menghapal pasal-pasal untuk “melindungi' kepentingan sesaatnya daripada makna harfiah.

Kampus kemudian menjadi “mesin pencetak” sarjana hukum yang justru membuat hukum menjadi kisruh.

Keterlibatan para ahli hukum dalam semrawutnya dunia hukum justru semakin membikin kisruh. Hari ini ngomong kepastian hukum esok hari ngomong progresif hukum. Hari ini ngomong “negara hukum” esok hari ngomong “pluralisme'. Fungsi hukum kemudian “dipaksa” kepastian hukum. Keadilan semata-mata berujung kepada kepastian hukum. Entah apa akibatnya di tengah masyarakat, mereka tidak peduli.

Saya kemudian merenung. Apa persoalan pokok sehingga praktisi hukum terjebak dengan kisruh hukum ?. Ya. Kurikulum harus dipertanyakan. Mengapa materi yang diajarkan kepada mahasiswa ilmu hukum seperti terkesan penghapal pasal-pasal. Lihatlah. Bagaimana mereka gagap “memotret” gejala-gejala sosial yang tengah terjadi.

Kurikulum dimulai tanpa “memberikan pengantar' filosofi hukum. Pengantar Filsafat diajarkan diletakkan didalam kurikulum setelah mahasiswa hukum menerima prinsip-prinsip hukum. Padahal Pengantar Filsafat harus diajarkan di awal semester.

Mahasiswa baru memasuki bangku kuliah ilmu hukum harus diajarkan pondasi yang kokoh. Dan Pengantar Filsafat Hukum merupakan pondasi yang kokoh untuk membentengi mahasiswa dari hukum yang tidak berpihak kepada keadilan.

Perumpaannya dapat kita lihat ketika bayi baru lahir. Didalam agama Islam, baru yang baru lahir didengarkan suara azan (untuk laki-laki) dan Qomat (perempuan). Tujuannya agar sebelum mendengar suara-suara lain yang belum dibedakan antara yang baik dan buruk, sang bayi dapat menggunakan nurani memilah suara yang baik.

Dan ketika dewasa, maka sang anak harus khatam Al Qur'an agar dapat menjalani hidup dengan baik.

Dengan menggunakan perumpaan, maka Pengantar Filsafat bisa diajarkan pada awal-awal memasuki kuliah dan diakhiri dengan mata kuliah Filsafat Hukum dan etika profesi. Matakuliah Filsafat Hukum dan Etika Profesi diharapkan agar lulusan ilmu hukum dapat berargumentasi ilmu hukum dengan komprehensif.

Nilai hukum

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun