Mereka tidak perlu lagi memikirkan biaya hidup sehari-hari untuk makan-makan. Mereka tidak perlu lagi memikirkan biaya bulanan untuk internet. Apakah mereka hanya “memerlukan” nasi bungkus ?
Belum lagi dia harus mengikuti perkembangan terkini, update berita-berita hangat. Mereka mengolahnya menjadi issu yang mudha ditangkap mudah oleh publik.
Apakah mereka cuma berharap “nasi bungkus” ?
Terus. Bagaimana caranya mengantar nasi bungkus. Apakah Pasukan cyber crime saling mengenal ? Apakah mereka “dikumpulkan” pada suatu tempat, pada siang hari kemudian “diantarkan” nasi bungkus ?
Ha.. ha.. Ha.. Saya pikir tidak juga begitu.
Jangan dilawan. Pasukan cyber crime “lebih melumat”nya.
Masih ingat ketika kasus “korupsi” yang menangkap tokoh besar partai Islam. Mereka kemudian menyiapkan pasukan untuk “membentengi” issu agar tidak berakibat kepada partai.
Pada awal-awalnya “kayaknya” berhasil. Dengan bombardir mereka kemudian “menggeser' persoalan ini menjadi persoalan pribadi. Tapi lambat laun. Pasuka cyber crime kemudian mengepungnya. Mereka memborbardir tanpa ampun. Mereka menyerang dengan gaya elegan.
Apa yang terjadi kemudian. Yang pasti, pasukan “siluman” untuk mengcounter attack pasukan cyber crime menyerah. Suara partai kemudian merosot.
Saya mempunyai teman yang rajin mengupload gambar-gambar yang unik. Mulai dari SBY, Prabowo ataupun siapapun yang dijadikan musuh publik (publik enemy), pembohong dijadikan sasaran. Mulai dari pagi hari ketika membuka internet hingga menjelang tidur, dia rajin mengirimkannya.
Apakah yang dilakukannya “berharap” nasi bungkus. ha.. ha.. Tidak. Tidak mungkin. Karena bisa saja pagi di Bogor, siang entah dimana, malam bisa di upload dari rumah. Lalu apakah nasi bungkus akan diantarkan di Bogor atau di rumahnya.